Dari bagian 1"Gimana, Mbak.. sudah siap kuperawani?" tanganku menjangkau CD-nya dan hendak melepasnya."Jangan, Mas. Kalau hamil gimana?""Ya ditunggu saja sampai lahir to, Mbak.." gurauku sambil berusaha menarik lepas Sum berusaha memegangi CD-nya tapi seranganku di bagian atas tubuhnya membuatnya geli dan tangannya jadi lengah. Cd-nya pun merosot melewati pantatnya."Kalau hamil, siapa yang ngurus bayinya?""Ya, Mbak lah, kan itu anakmu.. tugasku kan cuma bikin anak, bukan ngurusi anak.." godaku terus."Dasar, mau enaknya sendiri.." Mbak Sum memukulku pelan, tangannya berusaha menjangkau CD dari bawah pahanya tapi kalah cepat dengan gerakanku melepas CD itu dari kakinya. Buru-buru kukangkangkan pahanya lalu kubenamkan lidahku ke situ. Slep.. slep.. slep.. Mbak Sum melenguh dan menggeliat lagi sambil meremasi kepalaku. Nampak dia berada dalam kenikmatan. Beberapa menit kemudian, aku memutar posisi tubuhku sampai batang zakarku tepat di mulutnya sementara lidahku tetap beroperasi di vulvanya. Dengan agak canggung-canggung dia mulai menjilati, mengulum dan menghisapnya. Vulvanya mulai basah, zakarku menegang panjang. Eksplorasi dengan lidah kuteruskan sementara tanganku memijit-mijit sekitar selangkangan hingga anusnya."Agh.. agh.. Maas.. ak.. aku.."Mbak Sum tak mampu bersuara lagi, hanya pantatnya terasa kejang berkejat-kejat dan mengalirlah cairan maninya mengaliri mulutku. Kugelegak sampai habis cairan bening itu."Isap anuku lebih keras, Mbak!" perintahku ketika kurasakan maniku juga sudah di ujung benar saja, begitu diisap lebih keras sebentar kemudian spermaku menyembur masuk ke kerongkongan Mbak Sum yang buru-buru melepasnya sampai mulutnya tersedak berlepotan sperma. Kami pun terjelepak kelelahan. Kuputar tubuhku lagi dan malam itu kami tidur telanjang berpelukan untuk pertama kalinya. Tapi zakarku tetap tidak memerawani vaginanya. Aku masih ingin menyimpan "makanan terenak" itu kegiatan oral seks jadi kegemaran kami setiap hari. Entah pagi, siang maupun malam bila salah satu dari kami biasanya aku yang berinisiatif ingin bersetubuh ya langsung saja tancap. Entah itu di kamar, sambil mandi bersama atau bergulingan di permadani. Tiap hari kami mandi keramas dan entah berapa banyak bercak mani di permadani. Selama itu aku masih bertahan dan paling banter hanya memasukkan kepala zakarku ke vaginanya lalu kutarik lagi. Batangnya tidak sampai masuk meski kadang Mbak Sum sudah ingin sekali dan menekan-nekan pantatku. "Kok nggak jadi masuk, Mas?" tanyanya suatu hari."Apa Mbak siap hamil?" balikku."Kan aku bisa minum pil kabe to Mas..""Bener nih Mbak rela?" jawabku menggodanya sambil memasukkan lagi kepala zakarku ke memeknya yang sudah basah kuyup."Heeh, Mas," dia mengangguk."Mbak nggak merasa bersalah sama suami?""Kan sudah meninggal, Mas.""Sama anak-anak?"Ia terdiam sesaat, lalu jawabnya lirih, " aku kan juga masih butuh seks, Mas..""Mana yang Mbak butuhkan, seks atau suami?" tanyaku terus ingin tahu isi lagi kepala zakarku dari mulut memeknya lalu kusisipkan saja di sela-sela pahanya."Pinginnya sih suami, Mas.. tapi kalo Mas jadi suamiku kan nggak mungkin to.. Aku ini kan cuma orang desa dan pembantu.." jawabnya jujur."Jadi, kalau sama aku cuma butuh seksnya aja ya Mbak? Mbak cuma butuh nikmatnya kan? Mbak Sum pingin bisa orgasme tiap hari kan?"Mbak Sum tersipu. Tidak menjawab malah memegang kepalaku dan menyosor bibirku dengan bibirnya. Kami kembali berpagutan dan bergulingan. Zakar besar tegangku terjepit di sela pahanya lalu cepat-cepat aku berbalik tubuh dan memasukkan ke mulutnya. Otomatis Mbak Sum menghisap kuat-kuat zakarku sama seperti aku yang segera mengobok-obok vaginanya dengan tiga jari dan lidahku. Sejenak kemudian kembali kami orgasme dan ejakulasi hampir bersamaan. Yah, bisakah pembaca bersetubuh seperti kami? Saling memuasi tanpa memasukkan zakar ke nikmat ini terus berlangsung hingga suatu sore sepulangku kerja Mbak Sum memberiku sekaplet pil kabe dan sekotak kondom kepadaku."Sekarang terserah Mas, mau pakai yang mana? Mbak sudah siap.." jadi membayangkan penisku memompa vaginanya yang menggunduk itu."Mbak benar-benar ikhlas?" tanyaku."Lha memang selama ini apa Mas? Saya kan sudah pasrah diapakan saja sama Mas.""Mbak tidak kuatir meskipun aku nggak bakalan jadi suami Mbak?" lanjutku sambil berjaga-jaga untuk menghindari resiko bila terjadi sesuatu di belakang hari."Saya sudah ikhlas lega lila, mau dikawini saja tiap hari atau dinikahi sekalian terserah Mas saja. Saya benar-benar tidak ada pamrih apa-apa di belakang nanti.. Saya hanya ingin kita berhubungan seks dengan maksimal.. tidak setengah-setengah seperti sekarang ini.."Haah, ternyata Mbak Sum pun jadi berkobar nafsu syahwatnya setelah berhubungan seks denganku secara khusus selama ini. Ternyata wanita ini memendam hasrat seksual yang besar juga. Sampai rela mengorbankan harga dirinya. Aku jadi tak tega, tapi sekaligus senang karena tidak bakal menanggung resiko apapun dalam berhubungan seks dengan dia. Aku selama ini kan memang hanya mengejar nafsu dan nampaknya Mbak Sum pun terbawa iramaku itu. Ya, seks hanya untuk kesenangan nafsu dan tubuh. Tanpa rasa cinta. Tidak perlu ada ketakutan terhadap resiko harus menikahi, punya anak dsb. Kapan lagi aku dapat prt sekaligus pemuas nafsu dengan tarif semurah ini gajinya sebulan 150 ribu rupiah kadang kutambah 50 atau 100 ribu kalau ada rejeki lebih. Bandingkan biayanya bila aku harus cari wanita penghibur setiap hari. Dan kayaknya yang seperti inilah yang disukai para pria pengobral zakar dan mungkin sebagian besar pembaca pusatceritadewasa inipun termasuk di dalamnya. Mau nikmatnya, nggak mau pahitnya. Begitu, kan? Ngaku ajalah, nggak usah cengar-cengir kayak monyet gitu. Soal seks kita sama dan sebangun kok. He he he.."Sekarang aku mau mandi dulu, Mbak. Urusan itu pikirin nanti saja," jawabku sambil melepas pakaian dan jalan ke kamar mandi tangan Mbak Sum untuk menemaniku mandi. Pakaiannya pun sudah kulepasi sebelum kami sampai ke pintu kamar mandi. Hal seperti ini sudah biasa kami lakukan. Saling menggosok dan memandikan sambil membangkitkan nafsu-nafsu erotis kami. Dan acara mandi bersama selalu berakhir dengan tumpahnya sperma dan mani kami bersama-sama karena saling godaan untuk bermain seks dengan tuntas semakin besar setelah ada pil kabe dan kondom yang dibeli Mbak Sum. Esok malamnya eksperimen itu akan kami mulai dengan kondom lebih dulu. Soalnya aku takut kalau ada efek samping bila Mbak Sum minum pil kabe. Kata orang kalau nggak cocok malah bikin kering rahim. Kan kasihan kalau orang semontok Mbak Sum rahimnya kering. Malam itu seusai makan malam dan nonton TV sampai jam sembilan, kami mulai bergulingan di permadani. Satu persatu penutup tubuh kami bertebaran di lantai. Putingya kupelintir dan sebelah lagi kukemut dan kugigit-gigit kecil sementara tangan kananku menggosok-gosok pintu memek Mbak Sum sampai dia mengerang-erang mau orgasme."Sekarang pakai ya, Mas," bisiknya sambil menggenggam kencang zakarku yang tegang memanjang."Heeh," jawabku lalu dia menjangkau sebungkus kondom yang sudah kamu sediakan di sebelah lalu karet tipis berminyak itu pelan-pelan disarungkannya ke penisku. Mbak Sum nampak hati-hati sekali."Wah, jadi gak bisa diisep Mbak nih," kataku."Kan yang ngisep ganti mulut bawah, Mas.." Guraunya membuatku tersenyum sambil terus meremas-remas lalu karet tipis itupun digulungnya turun sampai menutupi seluruh batangku."Sudah, Mas," katanya sambil menelentangkan tubuh dan mengangkan pahanya aku mengangkanginya."Sekarang ya, Mbak," bisikku sambil memeluknya Sum memejamkan mata. Perlahan zakarku dipegang, diarahkan ke lobang nikmatnya. Kuoser-oser sebentar di depan pintunya barulah kudesakkan masuk. Masuk separuh. Mbak Sum melenguh.."Sakit Mbak?""Sedikit.."Kuhentikan sebentar lalu kudorong lagi pelan-pelan dan dia mulai melepasnya. Bless.. slep.. kugerakkan pantatku maju-mundur naik-turun. Matanya merem melek, tangan kami berpelukan, tetek tergencet dadaku, bibir kami saling kulum. Kugenjot terus, kupompa, kubajak, kucangkul, kumasuki, kubenamkan, dalam dan semakin dalam, gencar, cepat dan kencang. Sampai akhirnya gerakkanku terhambat ketika mendadak Mbak Sum memelukkan pahanya erat-erat ke pahaku."Akk.. aku sampai Mas.. egh.. egh.."Dan seerr.. terasa cairan hangat menerpa zakarku. Kuhentikan gerakanku, dan hanya membenamkannya dalam-dalam. Menekan dan menekan masuk. Rasanya agak kurang enak karena batangku terbungkus karet tipis Mbak Sum istirahat sejenak sebelum aku mulai memompanya lagi bertubi-tubi sambil kueksplorasi bagian sensitif tubuhnya hingga dia kembali terangsang."Mbak pingin keluar lagi?" tanyaku."Kk.. kalau bisa, Mas.. keluar sama-sama.." ajaknya sambil mulai menggoyang dan memutar-mutar merasakan nikmat yang belum pernah kurasakan. Soalnya kan baru pertama kali ini zakarku menancapi lubangnya. Ternyata hebat juga goyangannya. Goyang ngebornya Inul, ngecornya Denada atau ngedennya Camelia Malik kalah jauh deh.. soalnya mana mungkin aku ngrasain vagina mereka kan? Dan kenikmatan itu semakin terasa diujung batangku. Gerakan pompaku semakin cepat dan cepat."Mbak.. hh.. hh.. hh.." dengus nafasku terus memacu gerak maju mundur dengan tak kalah brutalnya Mbak Sum melakukan yang sama dari bawah."Ak.. aku sudah mau Mbak.." pelukku ketat ke kuhunjamkan dalam-dalam, kuhentakkan ketika sperma keluar dari ujung batangku. Yang pasti Mbak Sum tak bakalan merasakan semburannya karena toh sudah tertampung di ujung kondom. Sejenak kemudian Mbak Sum pun meregang dan berkejat-kejat beberapa kali sambil membeliak-beliak matanya. Dia orgasme lagi. Tubuhnya tetap kutelungkupi. Nafas kami memburu. Mata kami terpejam kecapaian. "Puas, Mbak?" bisikku sambil mengulum telinganya. Dia mengangguk kecil. Kami kembali tidur berpelukan. Mungkin dia tengah membayangkan tidur dengan suaminya. Sementara aku tidak membayangkan apapun kecuali sesosok daging mentah kenyal yang siap kugenjot setiap saat. Hehehe.. kasihan Mbak Sum kalau dia tahu otak mesumku. Tapi kenapa mesti dikasihani kalau dia juga menikmati? Ya kan? Ya kan? Aku sering bertanya-tanya Bila seorang wanita orgasme ketika dia diperkosa, apakah itu bisa disebut perkosaan? Siapa bisa jawab?Sambil menunggu jawab Anda, aku dan Mbak Sum terus mereguk kepuasan dengan pakai kondom. Sayangnya satu kondom hanya bisa dipakai satu kali main. Kalau lebih dikuatirkan bocor. Makanya hanya dalam sehari itu kondom satu dus habislah sudah. Anda bisa hitung sendiri berapa kali aku "Mbak, kondomnya habis, mau pakai pil?" tanyaku."Boleh," jawabnya malam itu mulailah ia minum pil sesuai jadwal dan hasilnya.. ternyata kami lebih puas karena tidak ada lagi selaput karet tipis yang menahan semburan spermaku memasuki gua garba Mbak Sum."Mas.. Mas.. semprot terus Mas, enak banget.." serunya ketika aku ejakulasi sambil berkejat-kejat diatas pahanya belasan kali menghunjamkan zakar yang menyemprot puluhan cret, crit, crut, crat sampai crot crot crot lalu cret cret cret lagi!! Soal rahim kering sudah tak kupikir lagi. Biar saja mau kering mau basah wong yang melakukan manggut-manggut saja tuh. Yah, dalam semalam minimal kami pasti sampai tiga kali orgasme dan ejakulasi. Sedangkan pagi atau siang tidak selalu kami lakukan. Kami bagaikan sepasang maniak seks. Ditambah vCD-vCD triple-x yang kutontonkan padanya, Mbak Sum jadi semakin ahli mengolah persetubuhan kami jadi kenikmatan tiada mau coba? Jangan ah, Mbak Sum kan milikku seorang. Kalau nanti aku dipindah tugas ke kota lain mungkin ia akan kubawa. Kalau tidak mau, ya aku akan cari Mbak Sum-Mbak Sum mesum yang lain. Pasti ada deh, namanya juga kenikmatan dunia. Siapa yang nolak sih? Hehehe.. Eh, Anda sudah jawab pertanyaanku di atas belum? Kalau sudah, kirim dong ke emailku. Yang jawabannya memuaskan akan kuberikan Mbak Sum sebagai hadiah ..tapi nanti kalau aku sudah bosan main seks dengan dia lo.. hehehe..E N D
ceritapanas ngentot wanita setengah baya selingkuhanku, cerita mesum setengah baya mauku ajak bercinta, cerita seks paruh baya cerita seks dewasa cerita ngentot, ngentot wanita paruh baya telanjang 3gp arena cerita dewasa, cerita sex setengah baya dengan ibu ibu montok dewasa177, tante paruh baya memek dan pantatnya mulus
Kejadiannya 13 tahun yang lalu, saat aku masih kuliah disebuah kota S di P. Aku mempunyai teman satu angkatan satu jurusan Yon namanya, berasal dari kota W. Kami begitu lengketnya, study, ngobrol, jalan ngalor-ngidul, ngapelin cewek satupun sering bersama. Sampai kecewapun sering bareng-bareng. Yon si anak “bocor” tapi baik hati itu tinggal dirumah tantenya yang biasa aku panggil Ibu Tari yang hanya punya anak gadis semata wayang. Itupun begitu lulus S1 Manajemen perusahaan langsung dilibas habis kegadisannya sama pacarnya, dalam suatu perkawinan, terus diboyong ke Jakarta. Tinggallah Ibu Tari ini bersama suaminya yang pengusaha jasa konstruksi dan trading itu dengan pembantu dan sopir. Kebetulan Yon ini keponakan kesayangan. Wajar saja dia suka besar kepala karena jadi tumpahan sayang Ibu Tari. Sampai suatu saat dia minta tinggal di luar rumah utama yang sebenarnya berlebih kamar, ya si tante nurut saja. Alasan Yon biar kalau pulang larut malam, tidak mengganggu orang rumah karena minta dibukakan pintu. Ruang yang dia minta dan bangun adalah gudang di sebelah garasi mobil. Dengan selera anak mudanya dia atur interior ruangan itu seenak perutnya. Setengah selesai penataan ruang yang akhirnya jadi kamar yang cukup besar itu, sekali lagi Yon menawarkan diri agar aku mau tinggal bersamanya. Saat itu Ibu Tari, hanya senyum-senyum saja. Seperti dulu-dulupun aku menolaknya. Gengsi sedikitlah, sebab ikut tinggal di rumah Bu Tari berarti semuanya serba gratis, itu artinya hutang budi, dan artinya lagi ketergantungan. Biar aku suka pusing mikirin uang kost bulanan, makan sehari-hari atau nyuci pakaian sendiri, sedikitnya di kamar kostku aku seperti manusia merdeka. Tapi hari itu, entah karena bujukan mereka, atau karena sayangku juga pada mereka dan sebaliknya sayang mereka padaku selama ini. Akhirnya aku terima juga tawaran itu, dengan perjanjian bahwa aku tidak mau serba gratis. Aku maunya bayar, walaupun uang bayaran kostku itu ibarat ngencingin kolam renang buat Bu Tari yang memang kaya itu. Toh selama ini aku menganggap rumah Bu Tari ini rumah kostku yang kedua, sebelumnya sering juga aku menginap dan nongkrong hampir setiap hari di sini. Ada satu hal sebenarnya yang ikut juga menghalangiku selama ini menolak tawaran Yon atau Bu Tari untuk tinggal di rumahnya. Entah kenapa aku yang anak muda begini, suka merasakan ada sesuatu yang aneh di dada kalau bertatapan, ngobrol, bercanda, diskusi dan berdekatan dengan Bu Tari. Perempuan yang selayaknya jadi tante atau bahkan ibuku itu. Buatku Ibu Tari bukan hanya sosok perempuan cantik atau sedikitnya orang yang melihatnya akan menilai bahwa semasa gadisnya Bu Tari adalah perempuan yang luar biasa. Bukan hanya sekedar bahwa sampai setua itu Ibu Tari masih punya bentuk tubuh yang meliuk-liuk. Senyumnya, dada, pinggang, sampai ke pinggulnya suka membuatku susah tidur dan baru lega jika aku beronani membayangkan bersetubuh dengannya. Jika aku beronani tidak cukup kalau cuma keluar sekali saja. Gejala apa ini, apakah wajar aku terobsesi sosok perempuan yang tidak hanya sekedar cantik, tapi berintelegensi bagus, penuh kasih dan nature. Buatku secantik apapun perempuan jika tidak punya tiga unsur itu, hambar dalam selera dan pandanganku. Seperti sebuah buku kartun yang tolol dan tidak lucu saja layaknya. Malangnya Ibu Tari memiliki semua itu, dan lebih malangnya lagi aku. Di bawah sadar sering aku diremas-remas iri dan cemburu jika melihat Ibu Tari berbincang mesra atau melayani Pak Bagong, suaminya. Begitu telaten dan indah. Gila! Selama aku tinggal di rumah Bu Tari itu, pada awalnya semua biasa saja. Perhatian dan sayang Bu Tari kurasakan tak ada bedanya terhadapku dan Yon. Kupikir semua ini naluri keibuannya saja. Tetapi semua itu berjalan hanya sampai kurang lebih 4 bulan. Di suatu malam dari balik jendela kamarku kulihat beberapa kali Ibu Tari keluar masuk rumah dengan gelisah menunggu Pak Bagong yang sampai jam belum pulang. Sebentar dia kedalam sebentar keluar lagi, duduk dikursi, memandang kejalan dengan muka gelisah, membalik-balik majalah lalu masuk lagi. Keluar lagi. Kuperhatikan belakangan ini Ibu Tari begitu murung. Ada masalah yang dia sembunyikan. Senyumnya sering kali getir dan terpaksa. Aku beranjak ke kamar mandi untuk pipis. Buku Nick Carter yang sejak tadi membuat penisku tegang kugeletakkan dimeja. Tapi begitu aku kembali ternyata Bu Tari sudah duduk di kursi panjang di kamarku memegang buku itu. Aku hanya meringis ketika Bu Tari meledekku membaca buku Nick Charter yang pas dicerita ah., eh., oh kertasnya aku tekuk. Sesaat setelah kami kehabisan bahan bicara, muka Bu Tari kembali mendung lagi. Dia berdiri, berjalan ke sana sini dengan pelan tanpa suara merapikan apa saja yang dilihatnya berantakan. Sprei tempat tidur, buku-buku, koran, majalah, pakaian kotor dan asbak rokok. Ya maklum kamar bujanganlah. Aku pindah duduk dikursi panjang lantas mematung memperhatikannya. Seperti tanpa kedip. Semua yang dilakukannya adalah keindahan seorang perempuan, seorang ibu. Setelah selesai, sejenak Bu Tari hanya berdiri, melihat jam didinding lalu menatapku dengan mata yang kosong. Aku coba untuk tersenyum sehangat mungkin. Bu Tari duduk di sampingku. Mukanya yang tetap murung akhirnya membuatku berani bicara mengomentari sikapnya belakangan ini dan bertanya kenapa? Bu Tari tersenyum hambar, menggeleng-gelengkan kepala, diam, menunduk, menarik napas dalam dan melepasnya dengan halus. Sunyi. Seperti ingin to the point saja, Bu Tari menceritakan masalah dengan suaminya. Seperti kampung yang diserbu provokator dan perusuh saja, otakku tercabik-cabik, terbuka. Hubungan Bu Tari dengan suaminya selama ini ternyata semuanya penuh kepura-puraan. Kemesraan mereka semu tak bernurani, bagai sebuah ruangan setengah kosong, dan setengahnya lagi sekedar keterpaksaan pelaksanaan kewajiban saja. Bu Tari berada di dalamnya. Suaminya tahu tapi seperti sengaja membiarkannya memikir, menghadapi dan menyelesaikannya sendiri. Menerima keadaan. Entah karena kesepian, butuh orang sebagai tumpahan hatinya yang kesal dan rasa disia-siakan. Bu Tari menceritakan bahwa Pak Bagong sudah lama mempunyai istri simpanan di sebuah perumahan menengah pinggir kota. Tak pernah hal ini dia ceritakan kepada siapapun juga kepada anaknya sendiri Mbak Clara di Jakarta. Sama dengan kebanyakan istri-istri pejabat yang walaupun tahu suaminya punya simpanan perempuan, Bu Tari hanya bisa menahan hati. Konon katanya, justru sebenarnya banyak istri pejabat yang malah mencarikan perempuan khusus untuk dijadiakn simpanan suaminya sendiri, demi keamanan, “nama baik” dan jabatan. Biar si suami tidak asal hantam dan makan sembarang wanita. Toh, Istri tahu atau tidak, terima atau tidak, si suaminya dengan jabatan, uang dan kelelakiannya dapat melakukan apa saja pada perempuan-perempuan yang mau. Semua itu seperti permaisuri yang mencarikan selir untuk suaminya sendiri. “Dia ingin punya anak laki-laki Win Win nama palsu saya” Begitu ucap Bu Tari malam itu. Matanya mulai berkaca-kaca. Dulu Bu Tari memang suka bercerita betapa inginnya dia punya anak laki-laki yang banyak. Dia suka menyesali diri kenapa Tuhan hanya memberinya satu anak saja. “Apakah itu alasan yang wajar Win” Ucapnya lagi. Kedua tangannya memegang tangan kananku dan matanya yang memelas lurus menatapku. Seolah meminta dukungan bahwa kelakuan Pak Bagong salah. Aku bingung. Mau ngomong apa, seribu kata aduk-adukan diotak hingga aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Diluar dugaanku, tangis Bu Tari malah meledak tertahan. Dia jatuhkan mukanya ke pundak kiriku. Aku bingung, tapi naluri lelakiku berkata dia teraniaya dan butuh perlindungan, hingga akhirnya tanganku begitu saja merengkuhnya. Bu Tari malah membenamkan wajahnya ke dadaku. Aku elus-elus punggungnya dan dengan pipiku kugesek-gesek rambutnya agar dia tenang. Kucium wangi parfum dari tubuh dan rambutnya. Sesaat rasanya, sampai akhirnya Bu Tari menarik mukanya dan memandangiku dengan senyumnya yang gusar. Aku ikut tersenyum. Ada malu, ada rasa bersalah, ada pertanyaan ada kehausan di mata Bu Tari, dan ada yang menyesakan dadanya. Entah rasa sayang atau sekedar untuk menetralisir hatinya, aku usap air matanya dengan jariku. Bu Tari hanya diam setengah bengong menatapku. Hening. Sepi. “Ibu bahagia sekali win kamu mau tinggal disini. Entah bagaimana rasanya rumah ini kalau tak ada kamu dan Yon. Sepi. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Mungkin ibu bisa mati sedih dirumah sebesar ini” Ucap Bu Tari pelan tertunduk murung. “Kenapa Ibu baru menceritakannya sekarang?” Ucapku. “Untuk apa?” Ucap Bu Tari menggeleng-geleng. “Setidaknya beban Ibu dapat berkurang”. “Buat Ibu cukup melihat Kamu dan Yon ceria dan bahagia di rumah ini. Kalianlah yang justru membuat Ibu betah di rumah. Untuk apa Ibu harus mengurangi semua itu dengan masalah Ibu. Ibu sayang pada kalian”. Ucap Bu Tari sambil memegang jari tanganku. Aku membalasnya dengan meremas jari jemarinya pelan. “Kamu sayang pada Ibu kan Win? Tanya Bu Tari menatapku. Aku menggangguk tersenyum. Bu Tari tersenyum bahagia. Lalu entah kenapa aku nekat begitu saja mendekatkan mukaku, mencium kening dan pipinya dengan lembut. Kulihat wajah Bu Tari yang surprise tapi diam saja. “Bu Tari marah?” tanyaku. Dia menggeleng-geleng dan malah balas menciumku, menyenderkan kepalanya miring di pundakku dan melingkarkan tangan kanannya di pinggangku. Kupeluk dia. Lama sekali rasanya kami saling berdiam diri. Tapi aku merasakan kedamaian yang luar biasa. Sampai akhirnya suara motor Yon yang katanya habis diskusi di kelompok studinya tiba dan suara pintu gerbang terbuka. Sejak kejadian malam itu hubunganku dengan Bu Tari jadi kian aneh. Mungkin awalnya hanya sekedar memperlihatkan rasa sayang dan cinta layaknya seorang anak pada ibunya dan sebaliknya. Walau dengan diam-diam disetiap kesempatan yang ada kami saling tidak menyembunyikan semua itu. Bertatapan dengan mesra, bercanda dan saling memperhatikan lebih dari dulu-dulu. Tapi seperti air yang tak diatur, semua mengalir begitu saja. Kian lama Bu Tari dan aku berani saling mencium. Cium sayang dan lembut disetiap kesempatan yang ada tanpa seisi rumah tahu Tapi kegalauan dihatiku tetap saja tak dapat kuingkari. Sering aku bertanya sendiri sayangku, cintaku, ciumanku dan pelukanku pada Bu Tari apakah manifestasi seorang anak pada sosok ibunya, atau seorang lelaki pada seorang perempuan. Hati dan otakku setiap hari dililit pertanyaan sialan itu. Begitu menjengkelkan. Semua itu berjalan sampai tak dapat kuingkari bahwa birahi selalu mengikutiku jika aku berdekatan dan mencium Bu Tari. Selama ini aku berusaha menekannya. Tapi itu meledak di suatu sore yang sepi. Semula aku hanya ingin meminjam koran yang biasanya tergeletak di ruang keluarga rumah utama. Tapi saat kulihat Bu Tari tengah berdiri menikmati ikan-ikan hias aquariumnya. Tiba-tiba aku ingin menggodanya. Aku berjingkat perlahan dan menutup kedua matanya dengan tanganku dari belakang. Ibu Tari kaget berusaha melepaskan tanganku. Aku menahan tawa tetap menutup matanya. Tapi akhirnya Bu Tari mengenaliku juga. Kukendorkan tanganku. “Wiinn kamu bikin kaget ibu saja akh..” Ucap Bu Tari tetap membelakangiku dan menarik kedua tanganku ke depan dadanya. Bu Tari bersandar di dadaku. Kedua tanganku tepat mengenai payudaranya yang kurasakan empuk itu. Gelora aneh mengalir di darahku. Sementara Bu Tari terus mengomentari ikan-ikan di dalam aquarium, aku justru memperhatikan bulu-bulu lembut di leher jenjangnya Rambutnya yang lurus sebahu saat itu tertarik ke atas dan terjepit jepitan rambut, hingga leher bagus itu dapat kunikmati utuh. Aku berdesir. Kurasakan napasku mulai berat. Dengan bibirku akhirnya kukecup leher itu. Bu Tari merintih kegelian dan mencubit lenganku dengan genit. “Hii. Jangan Wiinn akhh.., Merinding Ibu ah” Dekapan tanganku di payudara dan dadanya makin kuat. Ketika kuperhatikan dia tidak marah dan tenang maka kuulangi lagi kecupan itu berulang-ulang. Kumis dan bekas cukuran di janggutku membuatnya geli. Tapi kurasakan tangan Bu Tari perlahan mencengkram erat di kedua jariku dan dia diam saja. Aku makin bernafsu. Ciuman, kecupan dan hisapan bibirku makin menjadi-jadi ke leher dan telinganya. Bu Tari mendesah memejamkan mata. Kepalanya bergerak-gerak mengikuti cumbuanku. Matanya terpejam dan napasnya menggelora. Kucari bibirnya, karena susah maka kuputar tubuhnya menghadapku dan langsung kusambar dengan bibirku. Kupeluk erat Bu Tari. Dia menggeliat membalas permainan bibirku. Kedua tangannya memegangi bagian belakang kepalaku seolah takut aku melepaskan ciuman bibirku. Kuremas-remas payudaranya dengan tangan kananku. Bu Tari melepaskan ciumannya lalu merintih-rintih dengan kepala terdongak ke belakang seolah memberikan lehernya untukku. Dengan bibirku langsung kuciumi leher itu. Tapi tiba-tiba Bu Tari setengah menghentakan badanku seperti tengah bangun dari mimpi dan shock dia berkata, “Ya Tuhan, Wiinn.., apa yang kita lakukan?” Bu Tari menjauhiku dan menempelkan kepalanya ke dinding menahan hati. Akupun bisu. Hening. lama sekali. Aku kian gelisah. Aku ingin keadaan itu berakhir. Aku dekati Bu Tari, memeluknya lagi. Kata-kata cinta meluncur begitu saja dari mulutku. Semua itu membuat Bu Tari bingung. Menggeleng-gelengkan kepalanya dan berlari masuk ke kamar menahan tangis. Beberapa hari sejak kejadian itu Bu Tari tidak menyapaku. Dia selalu berusaha menghindariku. Aku bingung, aku takut dia marah. Aku takut dia menolak cintaku. Aku takut gila, mencintai ibu kost sendiri, istri orang dan perempuan yang jauh lebih tua dariku. Ditolak pula. Aku mulai murung. Tapi itu hanya lebih kurang dua minggu. Hanya sampai pada suatu malam, bulan jatuh dipelukanku saat Bu Tari lembut menyapaku dan tanpa bicara sepatah katapun menciumiku. Sejak dulu juga, jika dibalik ke”nature”annya sesekali kulihat kerling genitnya, adalah bukti bahwa sebenarnya sudah lama aku tak bertepuk sebelah tangan. Tapi Bu Tari takut bicara tentang cinta, bahwa dia sayang, merindukan dan membutuhkanku. Selanjutnya kami selalu berusaha bersikap wajar di depan seisi rumah maupun tetangga. Satu hal yang pasti bahwa kami bisa dengan bebas saling bercerita tentang apa saja. Termasuk kebiasaanku beronani dengan membayangkan bersetubuh dengannya yang membuatnya tertawa terpingkal-pingkal. Sebaliknya dari Bu Tari aku tahu, bahwa suaminya Pak Bagong itu aneh, di ranjang bertempur tidak pernah menang tapi malah punya simpanan. Untuk mencapai orgasme jika bersetubuh dengan suaminya dia sering membayangkan bersetubuh denganku. Gila. Kami terus mengalir tanpa halangan yang berarti. Maksudku tanpa tindak-tanduk yang dapat menimbulkan kecurigaan orang seisi rumah maupun tetangga. Sampai suatu hari Pak Falcon tetangga kami yang tinggal 6 rumah dari kami melangsungkan pernikahan anaknya. Seharian itu aku dirundung nafsu dan cemburu. Seperti biasanya jika dilingkungan perumahan itu ada pernikahan maka Pak Bagong dan Bu Tari akan menjadi penerima tamu. Pak Bagong akan berbaju beskap, berjarik, blangkon dan berkeris. Bu Tari akan berkebaya, berjarik dan berselendang dengan rambut konde yang rapi. Bu Tari sendiri tahu bahwa dengan pakaian seperti itulah seringkali aku mengungkapkan kekagumanku atas kecantikan dan seks apple yang ditimbulkannya. Rasanya aku gelisah terus melihat kesintalan tubuh Bu Tari yang terlilit pakaian adat Jawa yang ketat itu. Jika berjalan pinggulnya bergoyang-goyang mengundang sensasi. Beberapa kali kutebar pandanganku berkeliling, selalu saja kulihat ada mata tamu pria entah muda, entah tua ada yang tengah melirik atau memperhatikannya. Semua itu membuatku pingin marah saja rasanya. Tetapi sebelum seremoni perkawinan itu usai, tiba-tiba pembantu Bu Tari, yang biasanya aku panggil Mbak Suti datang mengabarkan bahwa barusan dia terima telepon di rumah yang mengabarkan adik Pak Bagong yang tinggal di kota P mengalami kecelakaan lalu lintas. Pak Bagong, Bu Tari, Yon, Mbak Suti dan aku akhirnya pamit pulang duluan pada Pak Falcon. Sampai dirumah, Pak Bagong dan Ibu Tari menelepon balik ke kota P melakukan konfirmasi berita. Adik Pak Bagong bersama Dorti anaknyalah yang mengalami kecelakaan. Mobilnya tertabrak bis antar kota yang selip. Dua-duanya masuk IGD rumah sakit dan Pak Bagong sebagai anak tertua di keluarganya diminta datang. Teman sekamarku Yon sendiri ingin ikut nengok. Yon naksir berat pada Dorti, pernah menyatakan cinta dua kali. Tapi dua kali pula Dorti menolak. Sementara Ibu Tari sendiri harus tetap tinggal karena besok pagi ada tim BPKP dari Jakarta yang akan datang melakukan audit di kantornya. Ibu Tari key person yang harus ada. Pak Bagong dan Yon berangkat ke kota P dengan mobilnya dan akan mampir ke rumah Pak Sarmin supirnya dulu untuk diajak berangkat. Aku, Bu Tari dan Mbak Suti ngobrol sebentar membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada adik Pak Bagong dan anaknya. Sampai Mbak Suti menguap beberapa kali. Selama ngobrol tak pernah mataku lepas dari busungnya dada Bu Tari dengan payudaranya yang montok dan sedikit terlihat. Bu Tari tahu aku selalu memperhatikannya, tapi dia membiarkan saja, bahkan seolah justru senang dan menikmati kekagumanku, birahiku dan kegusaranku. “Sudahlah sana tidur kalau ngantuk, aku tidak balik lagi kerumah Pak Falcon kok Ti, wong hampir selesai kok” Ucapnya. Bu Tari beranjak pergi katanya mau pipis. Ketika Bu Tari berjalan, pinggulnya yang bergoyang-goyang tak lepas mataku. Begitu padat, begitu bulat. Mbak Suti langsung pamit tidur. Tinggallah aku di ruang tengah itu, sendiri, melamun. Sekian lama hubungan kami berjalan. Selama ini kami hanya sampai batas berpelukan, berciuman, saling tindih di ranjang dengan napas yang menderu-deru dan berujung orgasme tanpa coitus. Entah berapa kali penisku menekan-nekan dan menggesek-gesek di vaginanya yang basah di celana. Entah berapa kali spermaku membasahi celana dalamku sendiri dan celana dalam Bu Tari. Lantas walaupun penisku belum pernah sekalipun masuk ke vaginanya, kecuali hanya menggesek-gesek dan aku orgasme, masih perjakakah aku? Langkah Bu Tari terdengar dan terus kupandangi sekujur tubuhnya yang semampai melenggok-lenggok, dari kepala sampai kaki ketika dia berjalan kearahku. Stagen di pinggangnya sudah tak ada hingga perutnya sedikit terlihat. Dadaku berdebar-debar. Berkali kali kutelan ludah. “Kamu melihat Ibu, kaya Ibu ini apaan sih?”, ucap Bu Tari genit mengibaskan tangan kanan di mukaku. “Ibu cantik sekali, makin seksi, seksi sekali berkebaya dan Saya terangsang sekali” Ucapku asal saja menunjuk ke penisku. “Hus. Sekali, sekali. Daripada melamun sini pijitin Ibu”, Ucap Bu Tari duduk membelakakingiku dan menepuk pundaknya. Aku pijit kedua pundaknya perlahan-lahan. Bu Tari kadang menggeliat keenakan. Makin lama pijitanku makin turun, ke punggungnya, ke tulang-tulang rusuknya, ke pinggangnya. Tak lama kutarik pundaknya dan kusandarkan punggungnya ke dadaku, kutempelkan pipi kananku ke pipi kirinya. Lalu kupijit kedua pahanya, kuelus-elus dan kuremas-remas sampai ke pinggulnya. Bu Tari memejamkan matanya. Pijitan bercampur elusan kedua tanganku merambat naik dan berhenti di dadanya untuk meremas-remas buah dada yang kurasakan besar dan kenyal itu. Mukaku kugesek-gesekan di rambut dan kondenya, pipinya, dan kukulum-kulum telinganya. Deru napas Bu Tari mulai tak teratur kadang diselingi desahan halus. Tangan kanannya mencoba meraih kepalaku, kadang mencengkram lembut rambutku. Telapak tangan kirinya digosok-gosokan kepipi kiriku. Remasan tanganku ke buah dadanya makin liar, mukaku meliuk-liuk menciumi apa saja di kepalanya. Kubuka kancing baju kebayanya. Sembulan sepertiga buah dada dari BH-nya indah sekali. Aku makin terangsang. Penisku yang berdiri sejak tadi ingin meledak rasanya. Kutarik baju kebayanya turun ke belakang hingga pundak dan lehernya bebas kuciumi dan jilati. Ibu Tari mengerang nikmat. Kulingkarkan kedua tanganku memeluknya erat-erat. Bibir Bu Tari yang setengah terbuka kusambar dengan bibirku dan kukulum habis. Ujung lidah kami beradu, kutelusuri lidahnya sampai seberapa jauh dapat masuk, ke rongga-rongga mulutnya. Begitu kami bergantian. Aku dan Bu Tari mulai tak tahan, kurebahkan dia disofa. Kutelusuri tubuhnya, kuciumi dari muka, dada, perut paha, dan betisnya yang masih dibalut kain jarik. Naik lagi dan kutindih Bu Tari. Erangannya makin merangsangku. Kubuka ikat pinggangku. “Jangan disini sayang. Nanti kalau Suti bangun..” Tiba-tiba ucap Bu Tari tak menyelesaikan kalimatnya. Kami berdiri. Bu Tari melepas ritsluiting celanaku, memasukan tangannya ke celana dalamku dan meremas-remas penisku yang tegang dengan geregetan. “Heemm” Ucapnya lalu membimbingku masuk ke kamarnya berjalan mundur dengan memegang dan menarik penisku. Itu membuat kami tertawa. Pintu kamar dikuncinya cepat-cepat. Kubuka bajuku dan Bu Tari setengah menunduk membuka celanaku lalu mencari penisku. Begitu dapat langsung dimasukan ke mulutnya, dijilati dihisap-hisap, diciumi dan kadang dikocok-kocok dengan tangannya. Yang begini belum pernah dia lakukan. Aliran kenikmatan merambat sampai ubun-ubun kepalaku. Aku memberinya isyarat agar melepaskan penisku. Aku dipuncak nafsu dan ingin memasukan penisku langsung saja ke vaginanya, tapi dia menolak. Badanku rasanya makin bergetar dengan tulang yang mau berlepasan dan syaraf-syaraf di tubuhku rasanya kelojotan nikmat. Bu Tari begitu bernafsu dan nikmat memainkan penisku di mulutnya Aku tak tahan dan minta rebahan di ranjang. Bu Tari melepas baju kebayanya. Dengan tetap BH masih di dada dan kain jariknya yang belum terlepas, mulutnya langsung mengejar burung pusakaku sampai dua biji telornyapun dia cium, jilat dan hisap. Aku makin bergelinjang, melayang-layang nikmat. Hingga dipuncaknya, aku tak sempat lagi memberitahunya kalau spermaku mau keluar. Hingga akkhh.., crott.., croot.., Crroott. Spermaku muncrat di dalam mulut Bu Tari. Tapi Bu Tari justru malah bernafsu, menelannya dan terus menghisap-hisap penisku sampai bersih, kasat dan ngilu rasanya. Aku terkejut. Bangun terduduk. “Ibu telan? Apa ibu tidak jijik?”, Tanyaku bodoh. Ibu Tari menggeleng, justru mukanya cerah, kepuasan terpancar di wajahnya. Aneh pikirku. “Orang bilang, meminum air mani perjaka akan membuat perempuan awet muda. Lepas betul atau tidak yang terang Ibu sudah mencobanya barusan Sayang” Ucap Bu Tari lalu menciumiku dari muka sampai dadaku, sementara tangan kanannya terus meremas-remas penisku. “Ayo lagi Sayang, Ibu pingin kamu puas” Ucap Bu Tari mesra. penisku yang tadi terkulai karena sudah keluar sperma dan shock mulai menegang lagi akhirnya. Bu Tari kembali mengulum dan menghisap-isap penisku. “Kalau Ibu masih pingin, ambil semua sperma Saya” Ucapku, Ibu Tari tersenyum. Kubuka BH-nya dan kutarik lilitan kain jariknya. Bu Tari berdiri untuk memudahkan melepas kain jariknya. Tubuhnya yang telanjang bulat langsung kuterkam, kurebahkan dan kutindih. Dua payudaranya yang besar itu kuhisap-hisap putingnya bergantian. Tangan kananku menggosok-gosok vaginanya. Kuciumi, kujilati dan kuhisap-hisap semua bagian yang menurut instingku bisa membangkitkan gairahnya. Bibir, lidah, telinga, leher, payudara, perut, pusar, paha, vagina, betis sampai ke jari dan telapak kakinya. Tubuh Bu Tari bergelinjangan tak karuan dadanya naik-turun kelojotan. Tangan kirinya meremas-meremas payudaranya dan tangan kanannya menggosok-gosok vaginanya sendiri. Konde rambut Bu Tari hampir terlepas. Mulutku naik lagi ke atas menyusuri betis dan paha hingga akhirnya berhenti di vaginanya. Dengan kedua tanganku kusibak pelan bulu vaginanya. Kulihat belahan vaginanya yang memerah berkilat dan bagian dalamnya ada yang berdenyut-denyut. Kuciumi dengan lembut, bau divaginanya membuat sensasi yang aneh. Tak pernah ada bau seperti ini yang pernah kukenal rasanya. Dengan hidung kugesek-gesek belahan vagina Bu Tari sambil menikmati aroma baunya. Erangan dan gelinjangan tubuhnya terlihat seperti pemandangan yang indah sekaligus menggairahkan. “Aakhhk.., eekhh.., nikmat sekali sayang. Teruuss sayang”, Rintih Bu Tari. Kujulurkan lidahku, kujilat sedikit vaginanya, ada rasa asin. Lalu dari bawah sampai atas kujulurkan lidahku menjilati belahan kewanitaannya. Begitu seterusnya naik turun sambil melihat reaksi Bu Tari. “Akkhh.., Akkhh.., Akkhh.., Engghh” Bu Tari terus merintih nikmat, tangannya mencari tangan kananku, meremas-remas jariku lalu membawanya ke payudaranya. Aku tahu dia ingin yang meremas payudaranya adalah tanganku. Begitu kulakukan terus, tangan kananku meremas payudaranya, mulutku menjilati dan menghisap-hisap vaginanya, tangan kiriku mengelus-elus pinggang, paha sampai ke betisnya yang putih mulus dan halus itu. “Akkhh.., sudah Sayang.., sudah.., ayo sekarang Sayang Ibu sudah tak tahan akkhh.., masukan sayang, masukan” Desah Bu Tari mengerang meraih kepalaku agar menghentikan jilatan di vaginanya dan minta disetubuhi. Tanpa harus mengulangi lagi permintaannya langsung saja aku merangkak naik, menindih tubuh Bu Tari. Bu Tari melebarkan pahanya. Penisku menuju vaginanya. Beberapa kali kucoba, memasukan, beberapa kali pula gagal. Aku tak tahu mana yang pas lubangnya, mana yang hanya belahan vagina. Tapi tangan Bu Tari segera membantu, memegang penisku, membimbing ke depan lubang vaginanya lalu berkata “Ya itu Sayang.., disitu.., tekan Sayang tekan.., disitu.., aakkhh.., ayo Sayang.., Ibu tak tahan.., oo.., akkhh” Ibu Tari merintih ketika penisku yang kutekan masuk seluruhnya ke lubang vaginanya. Sejenak tubuhku kaku, aku diam saja, aku nervous. Batang penisku rasanya terjepit oleh dinding vagina Bu Tari yang seperti berdenyut-denyut dan menghisap-hisap. Nikmat luar biasa. Ini yang pertama. Bu Tari menggoyang-goyangkan pinggulnya, setengah berputar-putar dan kadang naik turun. Penisku yang tertancap di vaginanya yang setengah becek dibuat seperti mainan yang membuatnya nikmat tak karuan. “Ayo Sayang.., ayo.., bareng-bareng Sayang.. Ibu mau keluar Sayang.., ayo.., ayo..” Rintih Bu Tari dengan mata setengah terpejam dan mulutnya yang terus terbuka mendesah-desah dan kian kuat menggoyang-goyangkan pinggulnya. Akupun terus mengimbanginya sampai tiba-tiba Bu Tari seperti terdiam dan kedua tangannya merangkul leherku kuat-kuat dan dari mulutnya keluar desahan panjang. “Aakkhh.., Oukhh.., Engkhh..”, Bersamaan dengan rintih kepuasannya, denyutan dan hisapan vagina Bu Tari makin kuat dan nikmat rasanya. Akupun sudah tak tahan lagi dan ingin agar spermaku segera keluar. Karenanya kunaik-turunkan penisku, kuputar-putar dan kunaik-turunkan terus hingga akhirnya croott.., croott.., crroot. “Akhh..” Bersamaan dengan muncratnya spermaku di vaginanya, kembali Bu Tari mendesah nikmat. Napasku memburu, aku lemas sekali rasanya. Sementara Bu Tari tetap menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan pelan dan tangannya mengelus-elus rambutku. Beberapa saat kubiarkan tubuhku menindih tubuh bugil Bu Tari tanpa tangan atau dengkulku menahan beban badanku. Penisku tetap menancap di vaginanya. Ketika ingin kucabut Bu Tari melarangnya. “Jangan sayang, jangan dicabut dulu, biarkan ibu memiliki dan menikmatinya, peluk.., peluk.., tetap tindihlah Ibu sayang. Ibu puas, Kamu puas sayang hemm?, nikmat sayang?” Ucap Bu Tari sambil terus menciumiku. Malam itu kami habiskan tidur sambil berpelukan di ranjang yang biasa Ibu Tari tidur dan bersetubuh dengan suaminya. Tapi sejak malam itu dan disetiap kesempatan yang ada kusetubuhi pula Bu Tari di ranjang yang sama. Aku tak perlu lagi hanya beronani dengan membayangkan bersetubuh dengannya, begitupula Bu Tari tak perlu lagi hanya sekedar membayangkan bersetubuh denganku jika ia melayani suaminya. Kami baru bersetubuh di hotel jika salah satu dari kami sudah tak tahan lagi sementara kesempatan di rumah tak ada. Atau ketika obsesiku kumat untuk bersetubuh dengan Bu Tari dalam pakaian kebaya, kain jarik dan berkonde. Ini terkadang aneh, berlama-lama Bu Tari ke salon rias, begitu selesai langsung ke Hotel dan kuacak-acak sampai berantakan. Aneh ya?!. Sering pula jika keadaan memungkinkan, Bu Tari suka menyelinap ke kamarku untuk “fast sex”. Seks cepat dengan tetap masih berpakaian. Tandanya, Bu Tari masuk ke kamarku sudah tanpa celana dalam dan dipuncak nafsu. Ini sering terjadi jika Bu Tari sedang butuh tapi Pak Bagong tak acuh terus tidur. Tentang vagina Bu Tari, mungkin itu yang disebut vagina empot ayam. Vagina yang tak pernah kutemui pada semua perempuan adik-adik, Mbak-Mbak, tante-tante dan ibu-ibu rumah tangga yang muda maupun tua yang pernah kutiduri, sampai hari ini sekalipun diumurku yang 37 tahun. Filed under Setengah Baya Leave a comment »
CeritaDewasa - Tubuh Molek Tante Rita. Cerita Dewasa - Tubuh Molek Tante Rita ♥ "Yank", Tante Rita memanggil dari arah kamar mandi. Tubuhnya hanya terbungkus handuk yang terlilit di pinggangnya. Handuk itu tak cukup besar untuk menampung tubuhnya yang semok menggiurkan itu. Sehingga ada beberapa bagian tubuhnya yang terlihat
ceritabokepindonesia – Kisah Sek Sedarah Mesum Dengan Setengah Baya Ceritaku saat pertama kali mengenal sex dan berhubungan dengan wanita, kebetulan wanita tersebut berusia jauh lebih tua dari usiaku bahkan dari usia ibuku. Karena pengalaman pertama kali mendapat kenikmatan hubungan seksual dengan wanita berumur telah membentuk aku menjadi laki-laki yang oedipus complex atau menyukai wanita yang berusia jauh diatas aku. Kisah selengkapnya berikut ini…. Saat itu aku berusia sekitar 14-15 tahun dan duduk di bangku smp di akhir dekade 80’an ah jadi ketauan kalau aku sekarang udah tuir, o iya perkenalkan namaku anto samaran tinggal di komplek perumahan di pinggiran jakarta. Aku adalah anak tunggal, sedangkan kedua orang tuaku bekerja di jakarta. Sehari-hari aku ditemani tukang cuci atau pembantu yang pulang hari bernama mak acah berperawakan tinggi semampai sepasang buah dadanya pun besar dan terlihat masih montok. Kisah Sek Sedarah Kutaksir usianya sekitar 59-60an, seorang janda yang memiliki satu orang anak perempuan bernama mpok marni yang juga sudah memiliki anak perempuan yang usianya dua tahun diatas aku dari perkawinannya dengan bang uci sopir bajaj di tenabang. Berawal dari kebiasaan menonton film porno sepulang di rumah sahabatku panji membuat aku seringkali menuntaskan dengan beronani sesampainya dirumah. Siang itu sepulang sekolah dan menonton film porno aku tergesa-gesa pulang ke rumah dengan maksud hendak segera menuntaskan hasrat seksualku dengan onani. Kudapati mak acah sedang mencuci baju kami di kamar mandi kebetulan kami hanya memiliki satu kamar mandi. Aku merasa tidak sabar jika harus menunggu mak acah selesai mencuci, maka aku pura-pura mau buang air supaya mak acah keluar dahulu dari kamar mandi. Akupun segera menuntaskan hasratku dengan onani sambil melihat kartu remi bergambar wanita telanjang, setelah hajatku tuntas mak acah kembali masuk ke kamar mandi untuk menyelesaikan mencuci baju. Aku sedang mendengarkan radio saat mak acah masuk ke kamarku lalu duduk di tempat tidurku sambil berkata Ma“anto kamu tadi ngocok di kamar mandi ya ?”. Aku kaget dan malu mendapat petanyaan yang tiba-tiba seperti itu. Aku ..eng.. Iya mak, kok emak tau ? Sambil mukaku merah karena malu. Ma iya orang pejuh kamu tadi masih licin di kamar mandi. Mak perahatiin kamu kalau pulang sekolah mesti neloco, ngga bagus tau…. Bisa ngerusk mata kamu. Aku masa sih mak ? Penuh rasa ingin tahu dan ketakutan. Ma ngeloco itu ngeluarin pejuh yang dipaksa’in, pas kamu keluar pasti kamu merem. Itu yang bikin nanti mata kamu rusak. ..waduh bener juga nih dalam hati, padahal itu cuma tipu2 dia aja…. Aku masa sih mak ? Ma masa, masa, kalo dibilangin dengan logat betawi kentalnya, kalo mau ngeluarin pejuh entu kudu bari megang atawa ngeliat punyanya perempuan to…., Sini emak ajarin kamu…. Sambil nyuruh aku duduk di tempat tidur. Aku hanya pasrah karena malu, takut dan rasa ingin tahu campur aduk jadi satu. Setelah aku duduk dan membuka celana pendek biruku, mak acah menyodorkan teteknya yang besar kemukaku sambil tangannya mengelus-ngelus si otong. Ma ..pegang…., Terus isep tetek emak, nih pegang juga memek emak ya. Akupun menuruti perintahnya dengan hati girang karena baru kali itu melihat dan meraba langsung organ intim wanita. Dalam hitungan detik si otong yang belum lama baru lemes sudah tegang lagi saking senengnya. “Iyaa… maenin pentil emak pake lidah kamu, terus colok-colok memek emak…” katanya. Sekitar 3 menit memainkan memek dan teteknya, mak acah menyuruh aku tiduran. Ma kamu tiduran deh punya kamu udah keras banget, emak ajarin cara yang bener ngeluarin pejuhnya.. Akupun menuruti saja apa yang diperintahkannya sambil tidak lama mak acah menduduki kemaluan dengan terlebih dahulu memasukan kemaluan remajaku yang tidak seberapa besar maklum, saat itu aku masih abg. Rasanya nikmat bagai di awang-awang, jauh lebih licin dan hangat ketimbang kalau aku onani dengan menggunakan sabun. Sekitar sepuluh kali mak acah naik turun diatas kontolku, kontolkupun muntah. Maklum saja ini adalah pengalaman pertamaku. Mak acah segera mengelap kontolku dari sisa lendir sperma yang bercampur cairan kemauannya dengan celana dalam yang rupanya sudah sedari tadi dikantungi di saku daster lusuhnya. “Enak kan ?” Ujarnya. “Iya mak”, jawabku. Besok-besok lagi kalau kamu pengen mending ngomong aja sama emak, biar emak bantuin ya… aku pun mengangguk sambil bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dari lendir yang masih terasa lengket di sekitar kemaluannku. Beres menuntaskan hasrat, aku tertidur karena lemas akibat dua kali mengeluarkan sperma dalam waktu tidak lebih dari setengah jam. Ada perasaan lega, puas dan penyesalan yang amat sangat karena aku sadar telah melakukan perbuatan tersebut. Mak acah melanjutkan membereskan rumah dan memasak untuk makan malam keluarga kami. Esoknya, sepulang sekolah sengaja aku tidak mampir untuk menonton film porno di rumah panji. Pikirku aku tidak mau mengulangi pebuatan dosa yang teramat besar seperti hari kemarinnya. Di rumah aku melihat mak acah sedang memcuci baju, sedangkan aku segera tidur setelah sebelumya makan dan mengganti baju putihku dengan kaus. Hari ini tidak terjadi apa-apa, syukurlah dalam hatiku. Hari berikutnya kebetulan hari jum’at, aku tidak dapat menghilangkan keinginank untuk bisa berhubungan kembali dengan mak acah. Kisah Sek Sedarah Di sekolahpun sulit sekali aku berkonsentrasi dari membayangkan tetek besar mak acah dan memek tuanya yang rimbun. Aku berniat ingin segera tiba di rumah. Segera setelah jam belajar berakhir aku pulang dan kudapati rumahku masih terkunci. Memang biasanya mak acah datang ke rumahku sekitar pukul satu siang. Aku urung masuk tapi berbalik ke rumah mak acah yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari kediamanku dengan alasan pinjam kunci, aku bilang kunciku lupa tertinggal di dalam rumah. Setelah aku bicara setengah berbisik rupanya mak acah mengerti kalau aku sedang kebelet ingin berhubungan badan, sambil memberikan kunci rumah yang biasa dipegangnya. Dia bilang “ ya udah nih kucinya emak juga sebentar lagi ke sono, nyelesein goreng kerupuk dulu ya…”. Aku menanti dengan gelisah kedatangan mak acah. Tak lama berselang mak acahpun datang sambil tak lupa menguci pintu depan rumah kami. “Udah ngebet ya to ?” Tanyanya, aku mengiyakan sambil menarik mak acah ke dalam kamar. Hari ini penampilan mak acah tidak seperti biasanya, ada harum deodoran murahan di tubuhnya. Setelah aku periksa, bh dan celana dalamnyapun tidak lagi lusuh dan dekil seperti kemarin. Akupun semakin terangsang untuk segera membuka bh dan menyusu di teteknya yang besar. Kisah Sek Sedarah “Sekarang jangan keburu-buru kaya kemaren to” ujarnya. Aku mengangguk sekedar mengiyakan sambil tanganku sibuk ngobel-ngobel memeknya yang masih terbungkus cd. “Hari ini emak mau ngajarin yang laen, kontol kamu pernah diisep ngga?” Tanya mak acah. “Kayak di filem be-ef ya mak ?” Kataku balik bertanya. Mak acah tidak menjawab, namun tangannya sibuk membuka baju seragamku hingga aku bugil. Sesaat kemudian kurasakan kontolku yang memang sudah ngaceng sedari tadi dihisap dan dikulum oleh bibirnya. Sensasinya jauh lebih nikmat ketimbang hari kemarin, aku hanya dapat mematung merasakan permainan lidah dan bibirnya yang menghisap kemaluanku. Tak berapa lama spermaku keluar diiringi desahan nikmat dari bibirku. Mak acah dengan telaten terus menghisap dan menjilat helm nazi si otong. Air maniku memenuhi rongga mulutnya, sebagian mungkin tertelan dan sebagian lagi dilapnya dengan seragam putihku yang berserakan di lantai. Akupun terduduk puas dan lemas tak terkirakan. “Tuh kan, kamu buru-buru banget” ujarnya. “Udah kebelet mak” jawabku sekenanya. Kisah Sek Sedarah “Ya udah kamu ganti baju terus makan, emak mau ngerendemin baju kotor. Entar kalau kamu udah kepingin lagi baru kita ngewe pungkasnya”. Selesai makan dan istirahat sejenak di kamar rupanya si otong udah kepingin lagi, kupanggil si emak yang saat itu sedang menyapu teras depan. “Mak sini mak, udah kepingin lagi nih…ucapku, “ah cucu emak, emang kamu ngga jum’atan ?” Tanyanya. Aku menggeleng sambil menarik si emak untuk direbahkan diatas tempat tidur. “Jangan-buru-buru to… emak juga kudu dipuasin” ujarnya. Aku “dipuasin bagemana mak ?” Ma “…nih emak ajarin…” sambil meloloskan celana dalamnya dalam posisi terlentang diatas tempat tidurku. Ma “emak tadi udah jilatinpunya kamu, sekarang giliran kamu jilatin memek emak ya…” berbekal pengalaman menonton bf dan arah si emak aku menuruti perintahnya. Mula-mula cuma kupegang dan kucolok saja memek mak acah, namun mak acah memintaku untuk menjilati tonjolan daging kecl dan jengger ayam disekililng memeknya. Aku menurut, ada bau khas yang baru kali ini aku rasakan bercampur dengan wangi sabun mandi rupanya si emak sudah mencuci bersih terlebih dahulu memeknya. Lama-lama aku terbiasa dengan aroma yang kucium dan terasa memek si emak makin basah oleh ludahku bercampur cairan kental khas organ intim wanita. Aku hanya mengikuti apa yang diperintahkan si emak dengan diselingi desahan mesumnya. Kurang lebih lima menit tubuh si emak mengejang sambil tengannya mendekap kepalaku agar tetap menempel di memeknya. Rupanya si emak sudah orgasme, saat itu aku belum mengerti. Kisah Sek Sedarah Sejurus kemudian emak meraih kontolku yang sudah mulai mengeras kembali. Dengan telaten dia menciumi dan mengulum kontolku hingga betul-betul terasa keras. Setelah dirasa tegang, emak mengarahkan kontolku kememeknya sambil memerintahkan aku untuk bergerak maju mudur. Nikmatnya benar-benar sensasional walau terasa betul kalau memek si emak becek oleh lendir sisa dia orgasme. Kali ini permainanku cukup lama hingga cukup memuaskan si emak dengan kembali orgasme berbarengan dengan mucratnya lahar panas dari kontolku. Kami menyudahi permainan ini dengan sama-sama puas, akupun tertidur setelah memakai pakaian dan mencuci kontol sebelumnya. Sekitar pukul setengah empat aku dibangunkan oleh emak yang sudah selesai mengerjakan pekerjaan dirumahku, “mau ngewe lagi ngga nto ?” Emak bertanya kepadaku. Aku mengiyakan dan memulai pelajaran ngewe gaya dogy. Emak tidak mencapai orgasme, maklum aku masih cupu sehingga tidak bisa menahan nafsu. Kata emak “ngga apa-apa, nanti juga lama-lama aku pintar pungkasnya”. Emakpun pulang dan aku mandi dengan penuh kepuasan. Sejak saat itu kami rutin melakukan hubungan intim. Kisah Sek Sedarah Setidaknya seminggu empat kali kami melakukannya, kebetulan emak sudah menopause sehingga jadwal kami tidak pernah terganggu. Tamat
GrupMesum adalah situs yang berisikan tentang hal-hal yang berbau pornografi seperti cerita dewasa, cerita sex, dan Cerita Porno serta foto sex 6k views; Cewek jilbab indo 63 mesum; cerita dokter ngentot pasien lagi hamil; cerita dokter sex; Crita Cerita Seks Ibu Hamil Terbaru Cerita Sex Update 2011 2012 Cerita Perkosa Ibu Muda, dosen perkosa
Terus terang, semuanya terjadi secara tidak sengaja. Pada waktu itu aku membeli buku tentang indera ke-enam atau “bawah sadar”, tadinya sekedar iseng waktu berada di suatu toko buku. Inti buku itu mengajarkan begini. Kalau kita menginginkan sesuatu maka kita harus mencoba menvisualisasikannya.. Suatu saat apa yang kita visualisasikan itu akan terjadi, akan terlaksana. Mimpi? Bukan. Sebab untuk mencapai indera ke-enam seseorang justru tidak boleh tertidur, tetapi perlu menurunkan gelombang listrik di-otaknya dari gelombang beta menjadi alfa. Caranya? Gampang sekali.. Kita cukup memejamkan mata, membayangkan menuruni tangga spiral dengan minimal 10 gigi. Saat anda membayangkan ini, gelombang listrik di otak anda akan menurun frekuensinga dari 13 cycle atau lebih perdetik, menjadi 8-13 cycle per detik. Kelihatannya mudah tetapi butuh latihan, jadinya ya sukar.. He. He.. Nah di saat itulah kita memasuki bawah sadar unconsciousness Apa keinginnan saya? Lha ini yang kurang ajar. Aku ingin nangkring di tubuh Nyai Elis waktu muda panggilannya Neng Elis. Nyai Elis adalah ibu kostku. Kenapa Nyai? Pertama, kemungkinan hamil nol persen. Pada usia 48 tahun biasanya wanita sudah masuk masa menopause. Yang kedua, ditanggung bersih, sehat tak mungkin kena penyakit “kotor” seperti gonorrhoe, syphilis, HIV dsb. Yang ketiga, gratis tidak perlu bayar, karena sama-sama menikmati. Untuk wanita, bersebadan dengan orang usia lebih muda akan menambah hormon estrogen, hormon khas wanita. Kalau wanita kekurangan hormon ini akan menderita osteoporosis, yaitu tulang menjadi rapuh, mudah patah. Meskipun sudah kepala empat, tapi jangan meremehkan kecantikannya. Wajah Nyai masih terlihat ayu. Kulit kuning langsat, tubuh langsing semampai. Secara legendaris, wanita sunda sangat rajin memelihara wajah dan tubuhnya. Mandi lulur sudah seperti prosedur tetap mingguan. Membedaki wajah dengan berbagai ramuan menjadi rutinitas harian. Itu sebabnya tidak hanya wajah dan tubuhnya yang mengesankan. Bau badannya juga sedap dengan aroma lembut. Lalu kalau mau tahu seperti siapa? Seperti siapa ya..? Nah kira-kira seperti itu.. Diana Lorenza, janda beranak satu dari Heru Kusuma. udah tiga tahun aku tinggal di kost milik keluarga Padmadireja suami Nyai Elis, pensiunan wedana di salah satu kabupaten di Jawa Barat. Keluarga Pak Padma-Nyai Elis ini mempunyai putera dua orang, semua sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta. Tinggalah Bapak–Ibu semang kostku ini dibantu seorang PRT dan seorang supir. Semua karyawan ini pulang sore. Sudah seminggu aku latihan meditasi, belum ada hasil. Tambah tiga hari lagi, meskipun hampir putus asa. Tiba-tiba.., pada hari ke sebelas.. Malam itu sudah pukul 10, pintu kamarku diketuk orang. “Mas Agus.. Mas Agus” “Ya.. Nyai” “Tolong kerokin ibu sebentar ya..” Pucuk dicinta, ulam tiba, burung dahaga, apem menganga.., hatiku berjingkrak bukan main. “Sebentar Bu, saya ganti pakaian dulu” Kamar-kamar yang dipakai kost letaknya di belakang rumah utama, dipisahkan oleh satu kebun kecil. Ada enam kamar, membentuk huruf U mengelilingi kebun. Masing-masing kamar berpenghuni satu orang. Kebetulan waktu itu masa liburan, namun karena aku harus mengejar “deadline” penyelesaian skripsi, terpaksa aku tidak dapat mudik. Hiya khan, masak sudah jadi mahasiswa PTN terkenal seantero dunia rela di-DO. Singkat cerita aku sudah duduk di tepi tempat tidur di kamar Nyai. Duduk dengan bersimpuh, ya.. seperti “pengerok” professional itu. Badan Nyai dalam posisi tengkurap di depan saya. Punggungnya yang putih, mulus tanpa penutup apapun. Hanya tali BH sudah dilepas, tetapi buah dadanya masih sedikit terlihat, tergencet di bawahnya.. Leher Nyai terlihat jenjang, putih, dengan rambut yang panjang sampai ke pinggang, disibakkan ke samping. Punggung ke bawah ada sejenis kain sarung yang diikatkan sekenanya secara longgar. Ke bawah, kain itu hanya menutupi sampai lipatan lutut. Di bawahnya betis yang halus, kencang. Wajah Nyai menghadap ke samping di mana saya duduk. Sesekali meraba lutut saya, entah apa maksudnya. Pemandangan ini mampu dan makin mengeraskan burungku yang sejak dari kamar tidurku mulai melongok, eh.. bangun menggeliat Jawa ngaceng. Dalam waktu 15 menit seluruh punggung Nyai sudah aku keroki. Suasana sekitar kamar hening, hanya degub jantungku yang makin mengeras. Burungku, pelan tapi pasti makin menegang juga. Aku diam, Nyai juga demikian. Mau ngomong apa aku? Bicara tentang Pak Padma..? Ah sama aja bicara tentang kompetitor. Toh malam ini aku yang akan menjadi “Mas Padma”, akan menumbuk padi di lumbung Nyai. Mau ngomong anak-anak Nyai? Yang akan ditengok Pak Padma yang sore tadi berangkat? Ngapain toh sebentar lagi aku akan menganggap Nyai ini ibarat pacarku. “Pinggangnya juga ya Mas..” “Ya.. Ya.. Bu..”, jawabku seperti terbangun dari lamunan berahi. Aku tarik kain yang menutupi pinggang Nyai. Ya ampun.. Rupanya Nyai sudah melepas celana dalamnya. Kini di depan mataku ada pemandangan yang.. Waduh.. Ada gambaran parit sempit di tengah tulang pinggang memanjang ke bawah.. Terus.. Ke bawah, berujung di satu celah sempit di antara dua bukit pantat yang putih padat.. Menggemaskan.. Aku bayangkan.. Apa yang ada di depan pantat itu.. Tiba-tiba Nyai membalikkan badannya.. “Depan ya Mas..” Dengan mata terbelalak kaget, kini aku melihat pemandangan yang luar biasa, yang belum pernah kulihat selama 24 tahun berada di kolong langit. Seorang wanita dengan kulit langsat telanjang bulat, dengan lingkaran perut pinggang ramping, buah dada masih lumayan besar, meskipun sudah rebah ke samping. Di tengan buah dada yang ber “pola” tempurung, terlihat puting besar warna hitam dikelilingi area hitam kecoklatan.. Di bawah pusar ada rambut yang mula-mula jarang tetapi semakin ke bawah semakin lebat, sepeti gambaran menara “Eiffel” dengan ujung runcingnya menuju pusar.. Di pangkal tumbuhnya rambut terdapat gundukan vagina yang pinggir kiri dan kanannya tumbuh rambut, bak gambaran hutan kecil.. Ampun mana tahan.. Mau pecah rasanya penisku menahan tekanan akumulasi cairan di pembuluh darah penisku. “Nyai Aku nggak tahan lihat begini..?” “Maksudnya, Mas Agus sudah capai..?” “Enggak Nyai.. Burung saya sudah.. Nggak bisa.. Nggak bisa.. Saya nggak tahan lagi..!” “Lho, kok baru bilang sekarang.. Ayo naik..”, sambil berkata demikian tangan kanannya melambai, mempersilakanku menaiki perutnya.. Seperti kucing kelaparan, aku segera mengangkangi perut Nyai, aku mau mencium pipinya, lehernya, mau melumat bibirnya. Tetapi gerakanku membungkuk terganjal burungku yang keras dan sakit waktu tertekuk. Malah ketika kupaksakan dan terus tertindih perutku, pertahanan katupnya jebol. Karena tiba-tiba.., crut.. crut.. crut.. Dari burungku tersembur, memancar air mani, yang disertai rasa nikmat. Ejakulasi!! Semburan air maniku mengenai dada Nyai, leher dan perutnya. Setelah menyembur, burungku sedikit kendur, aku peluk leher Nyai, aku kulum dengan berapi-api bibirnya. Rupanya Nyai merespons dengan penuh gairah juga. Aku gigit dengan lembut bibirnya, sesekali aku sedot lidahnya. Lima menit lamanya, baru aku tersadar. “Maaf Nyai, air mani saya tadi..” “Ah, nggak apa-apa, itu tandanya Mas Agus masih “jejaka ting-ting”, nanti sebentar juga bangun lagi.”, sambil berkata demikian, Nyai mencium lagi bibirku. Tentu saja aku membalasnya dengan lebih bernafsu. Kecuali bibirku melumat bibir Nyai, tanganku juga meraba buah dada Nyai. Memang sudah tidak gempal, tapi masih “berisi” 80 persen. Kedua tanganku masing-masing meraba, memeras-meras, memilin-milin puting Nyai. Kadang saking gemasnya cengkeraman tanganku ke buah dadanya agak keras, menyebabkan Nyai meringis menggeliat. Begitu juga bila puting Nyai aku pilin agak kuat, nyai bereaksi.. “Enak, enak.. Tapi sakit Mas.. Jangan keras-keras.. Yang maksudnya Sayang..” Tanpa terasa saat aku menggulati tubuh Nyai, mendekami dada, perut, menekan vagina Nyai dengan penisku, terasa burungku mulai menggeliat lagi. Makin lama makin keras. “Nyai.. Burung saya.. Nyai mau.. Lagi..?” “Nah, apa khan.. saya bilang, ayo.. lagi, tapi ntar.. Yang, aku bersihkan badanku dulu ya.. ya..” Nyai masuk ke kamar mandi dalam di ruang tidur. Keluar dari kamar rambutnya terlihat sedikit basah, sebagian terjurai di lengan. Ya.. Tuhan.. Cantik sekali dewi ini.. Baca Juga Perselingkuhan Ku Dengan Tante Yang Kesepian Bagian Dua Aku pun juga masuk juga ke kamar mandi, membersihkan bagian badan yang terkena air mani. Keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat, terlihat burungku tegak, keras mendongak ke atas membentuk sudut 45 derajat dengan garis horizontal. Batangnya besar, warna kehitaman dengan tonjolan pembuluh darah membujur, sebagian melintang. Seperti tongkat ukiran. Ujungnya, gland penis, besar, kemerahan, membentuk topi baja yang mengkilat. Antara gland penis dan batang terlihat leher penis yang dangkal. Rasanya aku mau berkelahi dengan membawa senjata golok. Waktu Nyai melihat aku dan memperhatikan penisku.. “Hei.. Gede buanget.. Hebat buanget.. Pasti nikmat buanget..” Aku menyahuti tiruan iklan itu, dengan meletakkan ibu jari tangan kananku di depan bibirku.. “Sssstt..” Tentu saja Nyai senyum atas jawaban spontanku. Langsung akau naiki perut Nyai. Dengan lutut menahan badan, aku sedikit menunduk, memegang penisku. Segera kumasukkan ke liang vagina Nyai. Aku takut kalau nanti terlambat masuk ke vagina, maninya tersembur lagi keluar. Nyai maklum juga kelihatannya. Kupegang penisku, kepalanya kuhadapkan di depan vagina Nyai, lalu kudorong masuk. Bless.. Lega sekali rasanya. Kalau nanti muncrat, ada di dalam liang vagina Nyai.. Lalu aku rebahkan tubuhku ke depan dengan bertumpu pada kedua sikuku. Bertemulah dadaku dengan buah dada Nyai, bibirku dengan bibir Nyai. Kedua tanganku memegang pipi Nyai, Nyai kucium mesra, lalu kucucuk-cucukkan bibirku pada bibirnya, eh.. menirukan burung yang bercumbu. Sesekali tanganku meremas buah dadanya, memilin putingnya, terkadang mulutku turun ke bawah, menghisap puting buah dada Nyai, bergantian kanan dan kiri Akan halnya penisku waktu kumasukkan ke liang vaginanya, rasanya memasuki ruang kosong, berongga. Tetapi setelah itu rasanya ada kantong yang menyelimuti. Permukaan kantong itu bergerigi melintang, pelan-pelan kantong itu “meremas “penisku. Tak ingin cepat berejakulasi maka kutarik penisku, kantong vagina itu tidak “mengejar”nya. Kumasukkan lagi seperti tadi, terasa masuk ruang kosong, sebentar liang vagina mulai meremas, kutarik lagi. Begitu beberapa kali. Terkadang penisku agak lama kutarik keluar, sampai tinggal “topi bajanya” yang ada di antara labia mayora’-nya. Terus begini Nyai mencubitku.. “Masukkan lagi Yang..” Gerakkan in-out ini makin cepat, “pengejaran” penis oleh sekapan kantong vagina juga makin cepat. Di samping itu di pintu masuk, bibir luar labia mayora dan bibir dalam labia minora juga ikut “mencegat” penisku. Makin cepat aku keluar-masukkan penisku, Nyai terlihat makin menikmati, demikian juga aku sendiri. Ibarat mendaki gunung hampir tiba di puncaknya. Kecepatan penisku memompa vaginanya semakin bertambah cepat, denyut nadiku semakin bertambah, nafas juga semakin cepat. Terlihat juga wajah Nyai semakin tegang menanti puncak orgasme, nafasnya terlihat juga semakin kencang. Cairan di liang vagina Nyai juga terasa semakin banyak, ibarat oli untuk melicinkan gesekan penisku. Peluhku mulai menetes, jatuh bercampur peluh Nyai yang tercium sedap dan wangi. Makin cepat, makin tinggi.., tiba-tiba penisku terasa disekap rongga vaginanya dengan kuat.. Kuat sekali dengan denyutan yang cepat tetapi dengan amplitudo yang rendah. Orgasme! Nyai mencapai orgasme. Di saat itu lengan Nyai memeluk leherku kuat sekali, sedang tungkainya memeluk pantatku dengan kencang. “Aihh..”, terdengar desah kepuasan keluar dari bibir Nyai. Beberapa menit kemudian lubang penisku terasa jebol, cairan menyemprot keluar entah berapa cc. Nikmat.., nikmat sekali.. Nikmat luar biasa. Orgasme Nyai terjadi lebih dulu dari ejakulasiku. Kalau saja Nyai masih bisa hamil, kata dokter anak yang lahir nanti adalah pria. Saya masih tetap memeluk Nyai sambil mengendurkan nafas. Pelan-pelan penisku mulai mengendur, mengkerut. Tapi rupanya Nyai merespons. Paha dan tungkainya diselonjorkan diluruskan. Maksudnya memberi jalan agar penisku keluar. “Terima kasih Yang, terima kasih Mas Agus.. Mas hebat sekali..”, bisiknya. “Kau cantik sekali Nyai, secantik bidadari..”, balasku Badanku kurebahkan di samping badan Nyai, memeluk Nyai yang tidur telentang. Kami tidur dalam keadaan telanjang, hanya ditutupi selimut. TAMAT RAMALAN MIMPI Post Views 17,736
in Cerita panas - Benar benar menggairahkan MILF ( Mother I'd Like Fuck) Tante Ijah ini, Umur sudah 51 tahun namun gairah seksualnya tidak tertahankan, senam merupakan olah raga untuk membakar tubuhnya, namun tetap tidak bisa membakar gairahnya, justru malah membuat tante hot nan binal ini semakin menjadi jadi, semakin hot dan semakin nakal.
Umurku baru 28 tahun ketika diangkat jadi manager area sebuah perusahaan consumer goods. Aku ditempatkan di Semarang dan diberi fasilitas rumah kontrakan tipe 45. Setelah 2-3 minggu tinggal sendirian di rumah itu lama-lama aku merasa capai juga karena harus melakukan pekerjaan rumah tangga seperti nyapu, ngepel, cuci pakaian, cuci perabot, bersih-bersih rumah tiap hari. Akhirnya kuputuskan cari pembantu rumah tangga yang kugaji sendiri daripada aku sakit. Lewat sebuah biro tenaga kerja, sore itu datanglah seorang wanita sekitar 35 tahunan, Sumiyati namanya, berasal dari Wonogiri dan sudah punya dua anak yang tinggal bersama ortunya di desa."Anaknya ditinggal dengan neneknya tidak apa-apa, Mbak?" tanyaku."Tidak, pak. Mereka kan sudah besar-besar, sudah SMP dan SD kelas 6," jawabnya."Lalu suami Mbak Sum dimana?""Sudah meninggal tiga tahun lalu karena tbc, pak.""Ooo.. pernah kerja di mana saja, Mbak?""Ikut rumah tangga, tapi berhenti karena saya tidak kuat harus kerja terus dari pagi sampai malam, maklum keluarga itu anaknya banyak dan masih kecil-kecil.. Kalau di sini kan katanya hanya bapak sendiri yang tinggal, jadi pekerjaannya tidak berat sekali."Dengan janji akan kucoba dulu selama sebulan, jadilah Mbak Sum mulai kerja hari itu juga dan tinggal bersamaku. Dia kuberi satu kamar, karena memang rumahku hanya punya dua kamar. Tugas rutinnya, kalau pagi sebelum aku ke kantor membersihkan kamarku dan menyiapkan sarapanku. Setelah aku ke kantor barulah ruangan lain, nyuci, belanja, masak dst. Dia kubuatkan kunci duplikat untuk keluar masuk rumah dan pagar depan. Setelah seminggu tinggal bersama, kami bertambah akrab. Kalau di rumah dan tidak ada tamu dia kusuruh memanggilku "Mas" bukan "bapak" karena usianya tua dia. Beruntung dia jujur dan pintar masak sehingga setiap pagi dan malam hari aku dapat makan di rumah, tidak seperti dulu selalu jajan ke luar. Waktu makan malam Mbak Sum biasanya juga kuajak makan semeja denganku. Biasanya, selesai cuci piring dia nonton TV. Duduk di permadani yang kugelar di depan pesawat. Kalau tidak ada kerjaan yang harus dilembur aku pun ikut nonton TV. Aku suka nonton TV sambil tiduran di permadani, sampai-sampai ketiduran dan seringkali dibangunkan Mbak Sum supaya pindah ke udara Semarang yang tinggi sering membuat libidoku jadi cepat tinggi juga. Lebih lagi hanya tinggal berdua dengan Mbak Sum dan setiap hari menatap liku-liku tubuh semoknya, terutama kalau dia pakai daster di atas paha. Kalau digambarkan bodynya sih mirip-mirip Yenny Farida waktu jadi artis dulu. Maka lalu kupikir-pikir rencana terbaik untuk bisa mendekap tubuhnya. Bisa saja sih aku tembak langsung memperkosanya toh dia nggak bakal melawan majikan, tapi aku bukan orang jenis itu. Menikmatinya perlahan-lahan tentu lebih memberi kepuasan daripada langsung tembak dan cuma dapat nikmat sesaat."Mbak Sum bisa mijit nggak?" tanyaku ketika suatu malam kami nonton TV duduk dan aku tiduran di permadani."Kalau asal-asalan sih bisa, Mas," jawabnya lugu."Nggak apa-apa, Mbak. Ini lho, punggungku kaku banget.. Seharian duduk terus sampai nggak sempat makan siang. "Tolong dipijat ya, Mbak.." sambil aku Sum pun bersimpuh di sebelahku. Tangannya mulai memijat punggungku tapi matanya tetap mengikuti sinetron di TV. Uuhh.. nikmatnya disentuh wanita ini. Mata kupejamkan, menikmati. Saat itu aku sengaja tidak pakai CD celana dalam dan hanya pakai celana olahraga longgar."Mijatnya sampai kaki ya, Mbak," pintaku ketika layar TV menayangkan iklan."Ya, Mas," lalu pijatan Mbak Sum mulai menuruni pinggangku, terus ke pantat."Tekan lebih keras, Mbak," pintaku lagi dan Mbak Sum pun menekan pantatku lebih jadi tergencet ke permadani, nikmat, greng dan semakin.. berkembang. Aku tak tahu apakah Mbak Sum merasakan kalau aku tak pakai CD atau tidak. Tangannya terus meluncur ke pahaku, betis hingga telapak kaki. Cukup lama juga, hampir 30 menit."Sudah capai belum, Mbak?""Belum, Mas.""Kalau capai, sini gantian, Mbak kupijitin," usulku sambil bangkit duduk."Nggak usah, Mas.""Nggak apa-apa, Mbak. Sekarang gantian Mbak Sum tengkurap," setengah paksa dan merajuk seperti anak-anak kutarik tangannya dan mendorong badannya supaya telungkup."Ah, Mas ini, saya jadi malu..""Malu sama siapa, Mbak? Kan nggak ada orang lain?"Agak canggung dia telungkup dan langsung kutekan dan kupijit punggungnya supaya lebih tiarap lagi. Kuremas-remas dan kupijit-pijit punggung dan pinggangnya."Kurang keras nggak, Mbak?""Cukup, Mas.." Sementara matanya sekarang sudah tidak lagi terlalu konsentrasi ke layar kaca. Kadang merem melek. Tanganku mencapai pantatnya yang tertutup daster. Kuremas, kutekan, kadang tanganku kusisipkan di antara pahanya hingga dasternya mencetak pantat gempal itu. Kusengaja berlama-lama mengolah pantatnya, toh dia diam saja."Pantat Mbak empuk lo.." godaku sambil sedikit kucubit."Ah, Mas ini bisa saja.. Mbak jadi malu ah, masak pembantu dipijitin juragannya.. Sudah ah, Mas.." berusaha berdiri."Sabar, Mbak, belum sampai ke bawah," kataku sambil mendorongnya balik ke permadani."Aku masih kuat kok."Tanganku bergerak ke arah pahanya. Meremas-remas mulai di atas lutut yang tidak tertutup daster, lalu makin naik dan naik merambat ke balik dasternya. Mbak Sum mula-mula diam namun ketika tanganku makin tinggi memasuki dasternya ia jadi gelisah."Sudah, Mas..""Tenang saja, Mbak.. Biar capainya hilang," sahutku sambil menempelkan bagian depan celanaku yang menonjol ke samping pahanya yang kanan sementara tanganku memijat sisi kiri pahanya. Sengaja kutekankan "tonjolan"ku. Dan seolah tanpa sengaja kadang-kadang kulingkarkan jari tangan ke salah satu pahanya lalu kudorong ke atas hingga menyentuh bawah vaginanya. Tentu saja gerakanku masih di luar dasternya supaya ia tidak menolak. Ingin kulihat reaksinya. Dan yang terdengar hanya eh.. eh.. eh.. tiap kali tanganku mendorong ke atas."Sekarang balik, Mbak, biar depannya kupijat sekalian..""Cukup, Mas, nanti capai..""Nggak apa-apa, Mbak, nanti gantian Mbak Sum mijit aku lagi.."Kudorong balik tubuhnya sampai telentang. Daster di bagian pahanya agak terangkat naik. Mula-mula betisnya kupijat lagi lalu tanganku merayap ke arah pahanya. Naik dan terus naik dan dasternya kusibak sedikit sedikit sampai kelihatan CD-nya."Mbak Sum pakai celana item ya?" gurauku sampai dia malu-malu."Saya jadi malu, Mas, kelihatan celananya.." sambil tangannya berusaha menurunkan dasternya lagi."Alaa.. yang penting kan nggak kelihatan isinya to, Mbak.." godaku lagi sambil menahan tangannya dan mengelus gundukan CD-nya dan membuat Mbak Sum berusaha menepis tanganku. Melihat reaksinya yang tidak terlalu menolak, aku tambah berani. Dasternya makin kusingkap sehingga kedua pahanya yang besar mengkal terpampang di depanku. Namun aku tidak terburu nafsu. Kusibakkan kedua belah paha itu ke kiri-kanan lalu aku duduk di sela-selanya. Kupijat-pijat pangkal paha sekitar selangkangannya sambil sesekali jariku nakal menelusupi CD-nya."Egh.. egh.. sudah Mas, nanti keterusan.." tolaknya berusaha menahan tanganku, tapi tubuhnya tak menunjukkan reaksi menolak malah tergial-gial setiap kali menanggapi pijitanku."Keterusan gimana, Mbak?" tanyaku pura-pura bodoh sambil memajukan posisi dudukku sehingga penisku hampir menyentuh CD-nya. Dia diam saja sambil tetap memegangi tanganku supaya tidak keterusan."Ya deh, sekarang perutnya ya, Mbak.."Tanganku meluncur ke arah perutnya sambil membungkuk di antara pahanya. Sambil memijat dan mengelus-elus perutnya, otomatis zakarku yang masih terbungkus celana menekan CD-nya. Merasa ada tekanan di CD-nya Mbak Sum segera bangun."Jangan Mas.. nanti keterusan.. Tidak baik.." lalu memegang tanganku dan setengah tubuhku malah tertarik maju dan menimpanya. Posisi zakarku tetap menekan selangkangannya sedang wajah kami berhadap-hadapan sampai hembusan nafasnya terasa."Jangan, Mas.. jangan.." pintanya lemah."Cuma begini saja, nggak apa-apa kan Mbak?" ujarku sambil mengecup pipinya."Aku janji, Mbak, kita hanya akan begini saja dan tidak sampai copot celana," sambil kupandang matanya dan pelan kugeser bibirku menuju ke melengos tapi ketika kepalanya kupegangi dengan dua tangan jadi terdiam. Begitu pula ketika lidahku menelusuri relung-relung mulutnya dan bibir kami berciuman. Sesaat kemudian dia pun mulai merespons dengan hisapan-hisapannya pada lidah dan hari itu memang belum akan menyetubuhi Mbak Sum sampai telanjang. Karena itulah kami selanjutnya hanya berciuman dan berpelukan erat-erat, kutekan-tekankan pantatku. Bergulingan liar di atas permadani. Kuremas-remas payudaranya yang montok mengkal di balik daster. Entah berapa jam kami begituan terus sampai akhirnya kantuk menyerang dan kami tertidur di permadani sampai pagi. Dan ketika bangun Mbak Sum jadi tersipu-sipu."Maaf ya, Mas," bisiknya sambil memberesi tangannya kutarik sampai ia jatuh ke pelukanku lagi."Nggak apa-apa, Mbak. Aku suka kok tidur sambil pelukan kayak tadi. Tiap malam juga boleh kok.." Sum melengos ketika melihat tonjolan besar di saat itu hubunganku dengan Mbak Sum semakin hangat saja. Aku bebas memeluk dan menciumnya kapan saja. Bagai istri sendiri. Dan terutama waktu tidur, kami jadi lebih suka tidur berdua. Entah di kamarku, di kamarnya atau di atas permadani. Sengaja selama ini aku menahan diri untuk tidak memaksanya telanjang total dan berhubungan kelamin. Dengan berlama-lama menahan diri ini lebih indah dan nikmat rasanya, sama seperti kalau kita menyimpan makanan terenak untuk disantap paling suatu malam di ranjangku yang besar kami saling berpelukan. Aku bertelanjang dada dan Mbak Sum pakai daster. Masih sekitar jam 9 waktu itu dan kami terus asyik berciuman, berpagutan, berpelukan erat-erat saling raba, pijat, remas. Kuselusupkan tanganku di bawah dasternya lalu menariknya ke atas. Terus ke atas hingga pahanya menganga, perutnya terbuka dan akhirnya beha putihnya nampak menantang. Tanpa bicara dasternya terus kulepas lewat kepalanya."Jangan, Mas.." Mbak Sum menolak."Nggak apa-apa, Mbak, cuma dasternya kan.." jadi melepaskan tanganku. Juga diam saja ketika aku terang-terangan membuka celana luarku hingga kami sekarang tinggal berpakaian dalam. Kembali tubuh gempal janda montok itu kugeluti, kuhisap-hisap puncak branya yang nampak kekecilan menampung teteknya. Mbak Sum mendesis-desis sambil meremasi rambut kepalaku dan menggapitkan pahanya kuat-kuat ke pahaku."Mbak Sum pingin kita telanjang?" tanyaku."Jangan, Mas. Pingin sih pingin.. tapi.. gimana ya..""Sudah berapa lama Mbak Sum tidak ngeseks?""Ya sejak suami Mbak meninggal.. kira-kira tiga tahun..""Pasti Mbak jadi sering masturbasi ya?""Kadang-kadang kalau sudah nggak tahan, Mas..""Kalau main dengan pria lain?""Belum pernah, Mas..""Masak sih, Mbak? masak nggak ada yang mau?""Bukan begitu, tapi aku yang nggak mau, Mas..""Kalau sama aku kok mau sih, Mbak?" godaku lagi."Ah, kan Mas yang mulai.. dan lagi, kita kan nggak sampai anu..""Anu apa, Mbak?""Ya itu.. telanjang gitu..""Sekarang kita telanjang ya, Mbak..""Eee.. kalau hamil gimana, Mas?""Aku pakai kondom deh..""Ng.. tapi itu kan dosa, Mas?""Kalau yang sekarang ini dosa nggak, Mbak?" tanyaku mentesnya."Eee.. sedikit, Mas," jawabnya tersenyum mendengar jawaban mengambang itu dan kembali memeluk erat-erat tubuh sekalnya yang menggemaskan. Kuremas dan kucium-cium pembungkus teteknya. Ia memeluk punggungku lebih erat. Kuraba-raba belakang punggungnya mencari lalu melepas kaitan branya."Ja..jangan, Mas.." Bisiknya tanpa reaksi menolak dan kulanjutkan Sum hanya melenguh kecil ketika branya kutarik dan kulemparkan entah kemana. Dua buah semangka segar itu langsung kukemut-kemut putingnya. Kuhisap, kumasukkan mulut sebesar-besarnya, kugelegak, sambil kulepas CD-ku. Mbak Sum terus mendesis-desis dan bergetar-getar tubuhnya. Kami bergumul berguling-guling. Kutekan-tekan selangkangannya dengan bagian 2
CeritaBokep Indonesia - Cerita Bokep Setengah Baya Aku Dan Tante Weli Ada yang bilang kalo tante girang itu mengalami puber kedua, dan gairah seks nya makin tinggi ketika memasuki puber kedua. Berawal dari nafsu beringas tanteku. Tante Weli sebenernya tante ku sendiri. Namun, akhirnya ia kusetubuhi. Atau lebih tepatnya, tante yang menyetubuhiku.
Cerita Bokep Indonesia – Cerita Mesum Setengah Baya Nafsu Bejat Yogi Perkenalkan nama saya yogi ,umur saya 22th ,tnggi badan 171cm berat 65kg. Saya beruntung sekali karena di karuniai tuhan dengan tubuh yang atletis dan kulit yang bersih. Tapi di balik semua kelebihan yang saya punya ,saya pun memiliki kelainan sex yaitu saya lebih suka dengan wanita dengan yang sudah berumur. Di lingkungan tempat saya tinggal banyak sekali ibu-ibu yang menurut saya tubuhnya menggiurkan salah satunya ibu retno yang sangat menggairahkan , sampai akhirnya saya terlibat affair dengannya. Begini kisah saya dengan bu retno. Cerita Mesum Setengah Baya Di usianya yang 47th namun tubuh bu retno sangat ,sangat sexy sekaliii. Kulitnya putih bersih dan bentuk pinggul dan payudaranya sangat montok sekali ,payudaranya yang berukuran 38c sangat menantang di balik bra nya ,pinggulnya yang membulat serta pantat yang montok sekali membuatku deg-degan saat melihat dia memakai jeans ketat dan baju yang hendak mencetak lekukkan tubuhnya ,tingginya 164cm/55kg. Ah istri pak mardi ini memang sangat menggairahkan walaupun sudah memiliki 3 anak tapi dia pandai merawat tubuhnya dengan senam aerobik tiap sabtu. Suatu pagi yaitu hari sabtu tepatnya ,saya melihat bu retno baru mau berangkat senam di antar oleh suaminya juga. Lalu saya bertekad pada pagi itu bahwa saya harus bisa bersetubuh dengan bu retno yang semok dan mulus itu ,hingga akhirnya beliau pulang dari senam saat itu pukul 9pagi ,tapi anehnya bu retno tidak di dampingi oleh suaminya pak mardi itu. Wah ini dia kesempatan saya untuk bisa merasakan memek dia ,lalu saya menegurnya. “Selamat pagi bu retno.”Sapaku “Eh yogi ,tumben nih pagi2 udah bangun.” “Yah namanya juga pengangguran bu ya harus bangun pagi dong supaya rejeki ga di ptok ayam.” “Bisa aja kamu tuh”sahutnya sambil tersenyum ke arah ku kemudian dia masuk ke dalam rumahnya ,ohh alangkah indahnya goyangan pantatnya yang bergetar seiring langkahnya. Ah sial pikiranku makin tak karuan saja melihat bentuk sintal tubuhnya ,lalu saya nekad mendatangi rumahnya dengan alasan ingin bermain dengan ketiga anak2nya apabila dia menanyakan saya. Lalu saya ketuk pintu rumah dia dan tak lama dia pun membuka pintunya. “Oh yogi ,ada apa tho ?”Tanya dia “Engga ko bu, saya cuma mau main ps sama anak2 ibu soalnya udah lama saya tidak bermain ps dengan mereka.”Jawabku dengan berbohong “Ya sudah ayo masuk” lalu akupun masuk ke dalam rumahnya dan menjumpai anak2ya yang sedang main ps “mas yogi main ps yuk.”Ajak reza anak pertama bu retno yang baru kelas 2sd “Ok” kamipun asik bermain ps ,sementara kedua adiknya jaka & arlan asik menoton kami yang sedang main ps bareng. Bu retno pun asik menonton kami juga, lalu saya pun menyudahi main ps dan duduk di samping bu retno . “Yah payah kamu yogi masa main sama anak saya kalah !!..hahaha”ledek bu retno kepadaku “Tapi klo ibunya ,pasti bisa saya kalahin deh.” “Hussh,,ngaco kamu yog. Mana bisa aku main ps.” “Iya ibu emang bukan jago main ps tapi ibu jago main yang lain ..hehehe ” “Main apa tuh ? “Tanya bu retno “Main pacuan kuda sama pak mardi ..hahahaha bercanda lho bu ” “Yeee,, klo itu sii aku ahlinya yog malah bapaknya anak2 suka loyo duluan .hiks,hiks,hiks..” Tertawa bu retno sexy sekali kedengaranya. Ah ternyata dia sudah masuk dalam jebakan ku ,lalu obrolanku tambah kuperpanas lagi agar dia terpancing dengan obrolan ku ini. “Wah enak ya jd pak mardi punya istri cakep ,bahenol ,baik lagi.” “Ah kamu ini bisa aj sii .”Muka nya bu retno memerah Cerita Mesum Setengah Baya “Serius lho bu ,aku aja suka,,mmmm…”aku menghentikan kata2ku takut dia marah dan menggap ku sudah terlalu jauh. Tapi dugaanku salah ,ternyata dia malah semakin penasaran menanyaiku “suka apa hayo yogi. ” “Suka curi2 pandang sama ibu,,maaf lho bu. ” “Hussh ojo ngawur kowe yogi ,,masa aku yang sudah tua masih kamu liatin juga.” “Tapi wajah dan body ibu masih sangat menarik lho bu.”Rayuku ohh bu retno nampak sangat sexy pagi itu karena pakaian senamnya belum di ganti. Celana senam berwarna merah jambu melekat di tubuhnya serta garis celana dalam serta memek bu retno ikut tercetak ,baju senamnya yang berwarna kuning dengan belahan dada agak rendah sehingga belahan payudaranya sangat jelas terlihat. Oohhh putihnya belahan itu ,ingin rasanya aku menjamahnya dan menghisap pentilnya tersebut. Lalu ku beranikan diri duduk lebih dekat dengan bu retno sehingga paha kiriku menempel dengan paha kanannya. “Aduhh yogi duduknya ke sana dikit dong kan sempit.”Pintanya “Bu ,aku sudah lama ingin dekat2 seperti ini dengan ibu retno ,tapi saya nggak enak sama pak mardi.” “Iyaa ,,tapi klo pak mardi pulang gimana ?” “Kita lakukkan saja disini bu ,jadi nanti kta bisa tau motor suami ibu pada saat dia pulang nanti.” “Ojo ngawur kowe tho masa begituan di depan anakku sih,, emoh aku ah.” “Kita lakukkan di belakang sofa saja bu ,gimana ? ” “Tapi sebentar saja ya,,aku wedi nek bapakne anak2 muleh ?” “Iya bu,ayo” lalu aku dan dia tiduran di atas karpet tapi di belkang sofa spuya anak2nya tidak melihat. “Nggak usah telanjang ya ,supaya gampang rapih2nya klo nanti mas wardi pulang.” Lalu kamipun mulai berciuman secara perlahan namun lama2 semakin liar. Wah bu retno pintar sekali dalam berciuman. “Mmmmpphmphh…,,mmmphhphh,,ahh,ahh ayo yogi cepet masukin kontolmu.” Wah ternyata dia type wanita yang tidak suka berlama2 dalam pemanasan atau dia takut suaminya pulang.? Ahh perduli setan yang penting saya akan entot dia habis2an pagi ini. “Ayo yogi bukain celanaku.”Pinta bu retno “Iya sayang.” Lalu dengan cepat ku tarik celana senamnya serta celana dalamnya sekaligus ,dan ku arahkan kontol ku yang ngaceng berat ke arah memeknya yang lebat dengan jembut. Sleeeppp, amblaslah kontolku di dalam liang vaginanya. “Ahh,ahh,duu,duhhhh kontolmu enak tenan yogi ahhhhh”desahnya berbisik di telinga ku “Memekmu juga enakk ahhh,ahhh ….”Balasku di telinganya Cerita Mesum Setengah Baya Plokk,plokk,plokk,plakk,plakkk, begitulah bunyi peraduan kelamin kami. “Yogiihh,, kocok ter,,,,terussshh ahhh,,ohh,ohh tempikku,”desah bu retno “Ohhhh…ohhh,ohhhhhh bu retnooo memek kamuu ahh,ahh,uhhhhh,uhhh njepit banged.”Sahutku kocokanku pada memeknya lama2 semakin bertambah kencang seiring nafsu ku yang sudah di ubun2. Bu retno pun tak mau kalah dengan ku ,dia menggoyangkan pinggulnya berputar-putar dan itu membuat kontolku seperti di remas2. Oh semakin semangat menyodok kontolku di memeknya. “Ahhh ,ahhh….hisap tetekku dong yog ahhh,ahhh.”Pinta bu retno “Slurrrrpp,slurrrpp, ahhh ,ahhh bu retno nungging yah.?pintaku karna saya bosan dengan gaya konvesional saja. Kemudian kami pun berganti posisi nungging tanpa mencabut penis saya dari memek bu retno. Dan arah kepala bu retno menghadap ke anak2nya ,lalu saya sodok memeknya dari belakang dengan keras dan membuat tubuh bu retno berguncang dengan keras dan saya tepuk2 pantatnya yang sangat bulat menantang,,plakk,plakk,plakk keras sekali pantat bu retno ku tepuk2. Sehingga pantat bu retno yang putih jadi memerah. Dan bu retno hanya menggit bibir bawahnya dengan giginya untuk menhindari agar anank2nya tida melihat. Ah andaikan kalian tau apa yang sedang saya lakukkan dengan ibu kalian yg bejad ,akan ku garap habis2an ibu kalianpikir ku dalam hati. Saat kami sedang asik menggoyang tiba2 aziz anak bungsu bu retno yang berumur 4tahun melihat aktifitas kami ,dan bu retno berhenti bergoyang sdangkan aku tetap saja menyodok vaginanya..lalu ku bisikkan ke telinganya “tenang saja bu, aziz belum mengerti apa yang sedang kita lakukkan saat ini.” “Ahh,ahh,tapi aku risih ahhh,ahhh….uhhhh,uh.”Desahnya tak hentinya keluar dari mulutnya karena saya tanpa ampun menyodok memek istri pak mardi ini. Cerita Mesum Setengah Baya “Buu aziz mau makann”rengek aziz minta makan sama ibunya yang sedang ku genjot ini. “Ahhh,ahhh reza ayoo ambilkann adiknyya makan ,,ibu lagiii,,lagiiii senammm ,ahh,ahh ayo lekass reza,,..ahh,ahh yang kenceng lagi dong yogi entonya ahhh,,ahhh….” “Iia bu.”Jawab reza sinkat karena dia memang menurut sekali dengan ibunya tapi dia sempat melihat kami dan ibu nya meloti dia dan bilang “ayo cepat ambilkan adikmu makan ,,ahhh,ahhh,ahh jangan lihat apa yang sedang ibu lakukkan dengan ,,ahh,,uhhh,duuhh dengan mas nataaaaa……” hahaha dasar ibu bejad dia sampai lupa dengan anaknya saat sedang ku entott,,wow bu retno memang luar biasa ..batinku berkata pada bu retno. “Ahhh… cepat kita selesaikan sekarang uhhh,,uhhh perrrr,,,permainaaan iniii ahhh,ahhh….nanti suamiku kburu pulang. “Iya saaaayaanng.. Plakkkk,plakkk,plokkk,plokk,plokk,clebbb,clebb bunyinya lemin kami semakin keras karena sya ingin cepat2 selesai sebelum pak mardi pulang. “Aahhhh…ahhhh bu akuu mmaaau kkkeluuaarrr…. Nihhh..,,Dii dalllem ahhhh…ahhhh apa di luuuarrrr bu retnoooo….?tanyaku karena saya merasa pejuku sudah mau keluar “Ahhhh…uhhh..uuhhhhh teeeerrserrah…kaaammmu sssaaaaayannng…” sahut bu retno lalu goyanganku jadi tidak beraturan lagi dia pun juga sepertinya mau orgasme karena goyangan pinggulnya juga tidak terkendali lagi. Cerita Mesum Setengah Baya “Arrrrrgggghhhhhhh” teriak kami bersamaan pada saat kami ejakulasi bersamaan “Ahhh…ahhh adduhh buu ennak banged memek bu retno huuh,huuh..” Aku memujinya saat nafas ku belum teratur benar. “Kontolmu juga enakk tenan lho yogi,,eh ayo cepat cabut ntar keburu suamiku pulang”perintah bu retno Cerita Mesum Setengah Baya
Akupun semakin mempercepat tempo masturbasiku. "sssttt,,mmmpphh,,ahhh.."desah ibu sambil menggigit bibirnya untuk menahan rasa nikmat yang di rasakannya. "ohh,,memiaw ibu enak banged."kata arman. "iyah,,ohh,ohh,ssttssttt,,tongkolmu juga uenakk tenan kok dik arman."balas ibuku. Arman mulai menggoyangkan penisnya keluar masuk, dan ibu
Hari itu Warso dipanggil oleh sipir penjara ,karena ada suatu keperluan yang amat penting. Lalu iapun menerima surat pembebasan yang jatuh pada hari itu… Ia amat gembira dan sangat bahagia sebab ia akan bebas dan bisa menentukan arah dan sisa hidup selanjutnya. Meski saat itu usianya menginjak 60 tahun. Setelah meninggalkan penjara itu iapun melangkahkan kaki menuju rumah temannya yang telah bebas lebih dulu darinya yang berada di kota Solo itu untuk menemui Gondo. Gondo adalah sahabatnya saat di penjara yang telah dahulu bebas. Ia menemui Gondo karena dijanjikan untuk bekerja sebagai penarik becak dikota itu. Kebetulan Gondo amat dekat dengan Warso. Tidak lama kemudian Warsopun bertemu Gondo yang rumahnya tidak terlalu sulit ia temukan. Keesokan harinya iapun mulai bekerja menarik becak meskipun masih terbatas daerahnya. Saat menarik becak itu, naas menimpanya, tanpa disangka iapun ditabrak sebuah sedan dan tubuhnya terpelanting kejalan sedangkan becaknya rusak. Untunglah pengemudi sedan itu mau bertanggung jawab. Warso dibawanya ke rumah sakit terdekat dan ditanggung biaya pengobatannya juga segala kerusakan becaknya. Akhirnya setelah Warso sehat dan ia tidak terluka parah iapun ditawari si pengemudi itu untuk bekerja di perusahaannya sebagai sopir karena Warso juga bisa mengemudikan mobil. Untuk itulah akhirnya Warso bisa bekerja pada pria itu yang ia ketahui namanya Indra. Indra adalah seorang pengusaha muda dikota itu . Warso adalah laki-laki asal pulau penghasil garam dari Jawa Timur. Separuh umurnya dihabiskan didalam penjara di berbagai kota dipulau jawa. Saat masih muda ia telah terbiasa oleh lingkungan yang keras dan kasar, juga kejam. Wataknya dipengaruhi oleh cara pandang dunia hitam dan kriminal. Masih dalam usia muda Warso telah diusir oleh warga daerahnya di Pulau itu karena sifat dan prilakunya yang meresahkan warga kampung itu. Hingga akhirnya iapun sampai di kota Surabaya . Hampir tiada hari baginya yang untuk selalu bertindak jahat. Merampok, jambret dan melukai orang telah beberapa kali dilakoninya. Hingga namanya menjadi tersohor atas kesadisan dan kekejamannya. Ia amat disegani kalangan hitam dan menjadi buronan serta incaran aparat penegak hukum. Dalam suatu perampokan dia membunuh korbannya. Peristiwa itu membuatnya menjadi orang buronan dan TO yang berwajib hingga berhasil ditangkap. Dalam melakukan aksinya Warso memiliki beberapa orang anggota komplotan. Namun mereka telah tewas tertembak. Semua hasil kejahatannya dihabiskan di tempat lokalisasi dan meja judi dan foya foya. Namun beruntung Warso Masih hidup dan menjalani hukuman. Hukuman yang diterimanya pun amat berat dan memakan waktu yang cukup lama. Hingga ia sempat dipindah ke Nusakambangan, lalu pindah penjara dan akhirnya ia terdampar pada sebuah penjara yang berada di sebuah kota Jawa Tengah . Itu terjadi karena usianya mulai tua dan kelakukannya yang baik dan tidak membahayakan. Selama ia menjalani masa tahanan ia slalu patuh dan disiplin hingga ia mendapatkan remisi dan akhirnya dibebaskan. Sekeluar dari penjara itu Warso berkeinginan untuk hidup dijalan yang benar dan lurus. Warso sempat merasa putus asa saat keluar penjara. Dia gelisah karena tidak memiliki kerabat dikota itu. Apalagi keluarga. Ia juga bingung memikirkan biaya untuk kembali ke ada Gondo sahabatnya saat di penjara. Saat itu Gondo menawarinya kerja sebagai tukang becak. Indra menawarkan pekerjaan pada Warso dan dengan senang hati tawaran itu diterimanya. Warso tidak menjelaskan statusnya yang narapidana itu. Ia khawatir Indra tidak akan mau menerimanya bekerja karena statusnya itu, membuat orang berpikir untuk menampungnya bekerja. Sebab sangat sulit mendapatkan kerja mengingat status yang disandangnya itu. Suasana dalam kamar itu masih sejuk karena hembusan AC yang mendinginkan. Namun semenjak terisapnya asap yang masuk ketubuh wanita itu membuat si wanita tidur dengan gelisah. Sedangkan suaminya yang tidur disampingnya terlihat sangat nyenyak dengan sisa sisa kelelahan yang tersirat diwajah pasangan itu. Memang sebelum tidur pasangan itu terlebih dahulu telah berhubungan badan hingga mereka kecapaian dan terlelap. Namun si wanita tidak demikian, terlihat kegelisahan dan lelehan keringat dingin ditubuhnya yang ramping dan wajah cantik itu. Tubuhnya basah oleh keringat padahal hawa dalam kamar itu masih sejuk. Masih dengan mata terpejam gerakan si wanita meronta ronta lembut seolah olah mendengus dan merintih. Gerakannya seperti sedang melakukan hubungan badan dengan sesosok yang tidak terlihat oleh kasat mata. Pada akhir gerakannya iapun terlihat membuka kedua pahanya dan memajukan kemaluannya kearah atas seakan telah terjadi penetrasi. Tubuh putihnya itu akhirnya melengkung keatas lalu meregang dan melemah basah oleh keringatnya. Dalam mimpinya saat itu si wanita telah bersebadan dengan sesosok bayangan ghaib sebagai reaksi atas terhirupnya asap tadi. Persetubuhan gaib itu amat membuatnya orgasme dengan dasyat mengalahkan persetubuhannya dengan suaminya. Iapun lalu terkulai lemas dan menikmati detik-detik persebadanan gaib itu hingga iapun terlelap. Indra adalah seorang pengusaha muda yang cukup mapan. Usianya masih sangat muda yaitu 31 thn . Usaha itu dirintisnya semenjak kuliah dulu. Dan kini terlihat perkembangan yang cukup pesat. Memang andil dari orangtuanya amat berpengaruh. Sebab ayahnya adalah seorang pejabat teras yang cukup ternama di kota itu. Keluarganya pun cukup terpandang karena status sosialnya dimasyarakat cukup bagus. Indra telah menikah dengan seorang wanita cantik juga dari lingkungan yang terpandang dan masih berdarah biru. Namanya Vina, usianya pun masih muda yaitu 25 tahun. Vina menikah dengan Indra karena kepiawaian Indra menaklukan hatinya. Padahal dulu Vina telah bertunangan dengan seorang dokter yang di jodohkan oleh orangtuanya. Apalagi sang Dokter adalah tamatan luar negeri. Namun karena ketekunan dan ketelatenan Indra, akhirnya Vina dapat ia sunting. Apalagi melihat status sosial keluarganya dimasyarakat yang cukup dikenal maka memudahkannya mendekati orang tua Vina. Ikut campurnya orang tua mereka dalam perjodohan itu amat kental. Sebab bagi mereka jika menikah dengan orang sembarangan akan membuat keturunan mereka akan rusak. Makanya baik BIBIT, BOBOT, BEBET amat di perhatikan org tua mereka. Mereka tidak ingin anaknya hidup susah dan melarat jika menikah dengan orang kebanyakan yang tidak jelas asal usulnya. Falsafah ini amat dipegang mereka. Sosok Vina amat cantik dengan kulit putih , rambut sebahu. Kecantikannya tidak kalah dengan artis, malahan wajahnya mirip sekali dengan seorang bintang seorang presenter infotaimnent Sensor di Indosiar itu. Memang mereka amat serasi. Yang laki-laki tampan dan wanitanya cantik. Kalau tidak salah mereka memang potret pasangan muda masa kini. Tidak heran banyak rekan dan kolega mereka yang merasa iri atas keserasian mereka, selain cantik dan lembut tutur katanya, Ia juga merupakan seorang sarjana. Vina pun di percaya oleh orangtuanya untuk menjalankan usaha keluarganya dibidang farmasi. Jadi tidak heran masing-masing mereka asyik dengan kesibukannya. Indra dan Vinapun amat menghormati orang-orang disekelilingnya. Tidak pernah rasanya ia berkata kasar. Dan para karyawannya pun merasa nyaman bekerja pada mereka. Apalagi kepada orang yang lebih tua mereka amat santun. Juga dalam berpakaian baik Indra maupun Vina jarang terlihat sembrono. Mereka amat menjunjung ajaran agama dan leluhurnya. Seiring perkembangan usaha dan kesibukannya, maka Warso diminta Indra menjadi sopir pribadinya. Selama ini Warso tinggal di lingkungan perusahaan dan hanya menyopiri mobil perusahaan. Warso harus mendampinggi Indra yang sering ke luar kota, dan untuk kelancaran tugas tugasnya maka Warso diberi ajak tinggal serumah dengan Indra. Ia diberisebuah kamar di paviliumnya. Kamar itu amat bagus dan bersih. Warso diangkat sebagai sopir pribadi karena kesetiaan dan karena Indra merasa aman jika selalu bersama Warso. Sebab ia akan sering keluar kota dan membawa uang dalam jumlah yang besar. Ia amat percaya pada Warso. Apalagi Warso pernah mengagalkan upaya perampokan atas dirinya beberapa waktu yang lalu. Seiring berjalannya waktu dan aktifitasnya. Vina yang juga menjalankan usaha dari keluarganya, maka Indra meminta Warso agar menyopiri mobil Vina. Indra tidak ingin Vina terlalu sibuk dan terlalu capai jika menyetir sendiri mobilnya dalam bepergian. Indra ingin Warso yang menyetir mobil istrinya itu karena ia telah mengetahui dan merasa Warso amat bisa dipercaya. Ia tidak ada berkeinginan untuk mencari sopir baru. Untuk aktifitasnya iapun masih memiliki sopir kantor yang bisa sewaktu waktu dibutuhkannya. Bagaimanapun Indra ingin agar Vina selalu fit dalam aktifitasnya. Sebagai seorang karyawan Warso hanya menurut saja kepada perintah majikannya itu. Bagi Indra setiap Warso berganti posisi dalam pekerjaan selalu diiringi dengan penambahan isentif gaji juga Warso bisa menabung. Vinapun sering memberinya uang dan membelikan pakaian jika sedang singgah pada sebuah pusat perbelanjaan. Memasuki tahun kedua masa kerjanya pada keluarga itu. Warso berkeinginan untuk mencari pendamping hidup. Ia merasakan hidupnya sepi dan sebagai laki-laki yang normal ia ingin menyalurkan hasrat biologisnya pada lawan jenis. Dengan menikah ia merasa dan berharap agar jerih payahnya akan ada artinya. Ia belum juga menemukan sosok wanita yang diinginkannya. Pada suatu saat Vinapun pernah menanyakan padanya tentang masalah itu. Sebab Vina dan Indra merasa tidak enak hati jika di hari tuanya Warso tidak ada yang merawatnya. Ia tahu sebagai manusia biasa dan laki-laki tentunya Warso yang telah ia anggap keluarga juga perlu sarana dalam penyaluran libido dan pelampiasan sebagai laki-laki, maka dengan itulah ia ingin Warso cepat-cepat mendapatkan pendamping hidup. Sebab jika tidak maka Warso bisa saja melakukan hal-hal yang terlarang menurut ajaran agama dan norma yang ada. Menerima desakan dari majikannya itu, Warsopun berkata jujur bahwa ia belum menemukan wanita yang cocok untuknya. Vinna pun memberikan alternatif agar Warso mencari yang seusia dengannya. Sebab secara lahiriah Warso tentunya tidak akan mungkin dapat mengimbangi hasrat dan gairah wanita muda sesuai dengan usianya. Dan lagi pula Warso tidak mungkin lagi untuk mengikuti cara hidup gadis belia. Tentunya akan merepotkannya. Dengan patuh dan sopan Warsopun mengangguk setuju. Sebab bagi Vinna ,Warso kini telah menjadi anggota keluarganya dan ia pun merasa bertanggung jawab terhadap hidup pembantu pembantunya. Dan tidak heran dengan sopan ia itu juga merupakan hasil kesepakatannya dengan Indra suaminya. Sebagai laki laki normal Warso memang terkadang hasrat sexuilnya butuh heran Warso menjadi uring-uringan dan terkadang beronani. Ia melakukan itu karena tidak tahan akan tuntutan kebutuhan biologisnya. Bermacam macam wanita yang ia bayangkan dalam beronani. Mulai dari artis sinetron hingga wanita yang sering dilihatnya pada sebuah koran atau majalah. Diusianya yang tidak muda itu ia merasa malu untuk mendatangngi lokalisasi. Apalagi ia tinggal bersama majikannya, tentu ia akan merasa malu jika diketahui majikannya. Ia tidak ingin dikeluarkan dari pekerjaan yang halal ini. Baginya bekerja pada keluarga itu telah merubah hidupnya menjadi lebih baik dan terarah. Hari demi hari keinginan itu semakin memuncak dan dalam aktifitas onaninya tidak jarang ia membayangkan bersetubuh dengan wanita yang tabu untuk ia impikan. Wanita itu adalah Vina. Sebab hampir setiap hari ia selalu bersama Vina dan terkadang terbawa kedalam mimpinya. Padahal ia telah berusaha menepis dan menghapus bayangan Vina yang merupakan majikannya itu. Namun semua itu tidak dapat ia lakukan. Memang ia akui sosok Vina amat menggoda nafsu laki-laki, dan hanya laki-laki bloon dan impoten saja yang tidak tertarik kepada wajah dan bentuk tubuh juga kecantikan Vina. Perasaan tabu dan bersalahnya semakin menipis selama ia terus melakukan onani dengan membayangkan wajah dan sosok Vina. Awalnya ia hanya iseng, namun lama kelamaan ia semakin ketagihan. Warso tahu tidak sedikit dari laki-laki yang ditemuinya dan yang menjadi rekan kolega majikannya itu memandang rasa minat kepada Vina. Warso tahu dari cara mereka itu memandang Vina. Tidak terhitung kalinya para laki-laki kolega Vina yang berusaha mendapatkan informasi tentang segala macam yang berkaitan dengan Vina pada Warso, sekedar ingin mendekati majikannya itu. Namun Warsopun masih bisa dipercaya dan tidak mau membuat masalah. Lelaki kolega Vinapun sering mencuri pandang pada bagian-bagian tubuh Vina yang sensitif. Itu pernah terpergok Warso. Namun semua itu masih dalam batas toleransi karena ia sadar majikannya memang menarik dan ia tetap memegang teguh kepercayaan yang diberikan Indra dan Vina hingga iapun tidak mau menjerumuskan majikannya itu. Juga karena sikap dan sopan santunnya Vina semua godaan dari relasinya itu hilang begitu saja. Namun bagi Warso yang sering bepergian dan bersama Vina amat sulit menghapusnya. Apalagi jika telah berada dalam mobil amat kentara wangi yang terpancar dari tubuh Vina tercium olehnya. Keharuman itu amat menggoda gairah kelaki-lakiannya. Pada suatu malam saat ia akan beronani, Warso merasa gelisah karena ia belum juga klimaks, padahal ia telah memimpikan Vina dalam berbagai pose. Matanya pun sulit untuk tidur malam itu. Ia lalu keluar dari kamarnya dan menghidup udara malam . Entah dari siapa perintah itu, perlahan kakinya melangkah kepojok rumah induk. Dilihatnya cahaya lampu dikamar itu masih menyala. Padahal waktu telah menunjukan pukul Biasanya kedua majikannya itu telah tidur. Niat isengnya muncul. Ia mengendap seperti maling dan itu pernah dilakukannya di waktu muda dulu. Untunglah diluar kamar itu tidak ada penerang dan hanya di hiasi oleh rumput Jepang dan tiang lampu yang tidak berfungsi. Lalu ditempelkannya telinganya ke daun jendela kamar itu. Sesaat terdengar dengusan nafas tertahan dari dua orang anak manusia yang sedang bersetubuh. Warso mengetahui itu adalah suara kedua majikannya sedang berhubungan badan. Ia berusaha mencari celah di jendela itu. Kemujuran masih berpihak kepadanya malam itu. Lewat celah yang tidak tertutup kordyn dari dalam kamar itu ia dengan mata telanjang dapat melihat aktifitas suami istri itu. Keduanya sedang melakukan persenggamaan. Tubuh Indra dan Vina tidak tertutup oleh sehelai benangpun. Indra terlihat sedang menaiki tubuh Vina dan kedua alat kelamin mereka telah menyatu. Dengan gerakan teratur tubuh Indra bergerak maju mundur diantara kedua paha Vina yang terkangkang saat itu. Juga kedua tangannya sibuk menggapai kedua payudara istrinya yang putih dan mulus itu. Besarnya hanya sekepalan tangan Indra suaminya. Melihat itu Warso lalu memegang penisnya yang mulai mengeras sebagai reaksi atas apa yang dilihatnya. Matanya tuanya terpaku melihat kedua tubuh manusia yang sedang bersebadan itu. Namun yang menjadi perhatian Warso hanyalah tubuh Vina. Saat itu Vina tidak mengenakan apapun juga, tubuh dan gelantungan payudaranya yang putih dan amat indah itu basah oleh keringat hingga mengkilat dan bergoyang mengikuti gerakan tubuhnya yang sedang digenjot oleh suaminya. Selama ini Warso hanya melihat sosok Vina yang terbungkus pakaian dan sedikit celah didadanya saat Vina memakai blus kerja. Pada malam itu ia dengan leluasa dapat menyaksikan tubuh yang selama ini jadi impiannya terbuka seutuhnya. Terlihat Vina hanya memejamkan mata dan memalingkan kepalanya kekiri kanan seolah kesakitan menahan bobot tubuh dan sodokan penis suaminya ke liang kemaluannya. Padahal Warso memperhatikan penis Indra tidaklah terlalu besar. Namun Vina tampaknya kesakitan terdengar dari rintihan erotis dan dengusnya saat itu. Ia hanya bertumpu pada bahu Indra. Tubuh Vina amat putih dan tiada cacat sedikitpun. Apalagi telah basah oleh keringat saat itu. Beberapa saat kemudian Indra menyudahi sodokannya. Tampaknya ia telah klimaks. Memang saat itu Indra telah menyudahi persetubuhan itu secara sepihak. Perlahan kemudian ia tarik kemaluannya dari liang sanggama Vina. Penisnya terlihat telah loyo dan basah oleh lendir sperma yang bercampur lendir vagina istrinya. Namun Vina terlihat kecewa. Vina hanya memalingkan wajahnya yang juga ada burtiran keringat itu dari Indra. Saat Indra rebah disampingnya. Kejadian itu terlihat jelas oleh Warso. Sisa sisa kekecewaan di timpakan Vina dengan menutup tubuh bugilnya dengan selimut lalu ia berbaring membelakangi suaminya. Warso melihat itu merasa yakin bahwa Vina tidak pernah mendapatkan kepuasan dari persenggamaan bersama suaminya. Melihat aktifitas dikamar itu telah selesai, Warso lalu kembali kekamarnya. Diapun melanjutkan onaninya dengan membayangkan wajah dan tubuh Vina yang ia saksikan dengan jelas saat tadi. Tidak lama kemudian ia dapat klimaks dengan mudah, mungkin karena telah mengetahui lekuk lekuk rahasia di tubuh Vina. Esok harinya Warso terus berkutat dengan kesibukannya. Iapun sempat memperhatikan tingkah suami istri itu. Ia tidak melihat wajah muram atau masam di wajah Vina. Pagi itu Vina memang selesai keramas dan dengan rambut basah tetap menyambut suaminya untuk sarapan pagi dengan rasa cinta. Tidak terlihat kekecewaannya malam itu. Memang beruntung Indra mendapatkan Vina yang cukup dewasa dalam bertindak dan menempatkan masalah ranjang habis dikamar saja. Vina tetap memegang teguh ajaran agama dan leluhurnya yang slalu di berikan oleh orang tuanya agar seorg istri yang nrimo kepada suami. Semenjak ia menikah ia telah berjanji untuk menerima suaminya apa adanya baik kekurangan maupun kelebihannya. Baginya urusan ranjang biarlah habis dikamar saja dan tidak akan ia bawa sampai keluar kamar. Itu sesuai dengan ajaran ibunya yang cukup pandai mendidik anak2nya itu. Semenjak mengintip malam itu, Warso menjadi ketagihan untuk slalu mengikuti aktifitas ranjang pasangan itu. Warso menjadi hafal saat saat pasangan itu bersebadan. Iapun seolah mengetahui jadwal dan rutinitas suami istri itu. Iapun amat ketagihan karena dapat dengan rutin menyaksikan ketelanjangan dan segala rahasia ditubuh Vina. Warsopun mengetahui bahwa Vina memang tidak pernah orgasme dan Indra adalah seorang suami yang tidak mengetahui keinginan istrinya. Indra dilihatnya terlalu egois dan hanya mengejar kenikmatan sendiri. Warsopun menjadi kasihan pada Vina, karena Vina yang cantik hanya dijadikan pajangan dan sarana kepuasan Indra semata. Bagi Warso, sayang sekali jika istri secantik Vina tersia sia dan seakan terabaikan keinginannya sebagai wanita dewasa, iapun berandai andai jika ada wanita secantik Vina jadi istrinya ia berjanji akan memuaskannya secara lahir bathin. Tidak akan ia lihat istrinya menangis kecewa hanya karena hubungan sex yang tak terpuaskan, malah ia ingin istrinya menangis puas dalam orgasme. Waktu berjalan terus dan rutinitas baru itupun dilakoni Warso. Warsopun akhirnya terobsesi untuk mencampuri urusan rumah tangga Indra. Padahal Warso bukanlah siapa siapa dari pasangan itu. Ia tidak sadar siapa dirinya dan apa tugasnya. Warsopun mereka reka sebab kenapa sampai saat itu Vina belum juga hamil. Padahal ia tahu segalanya telah dimiliki keluarga itu. Dan secara tak sengaja ia mendengar keluhan Vina tentang desakan dari orangtua Indra dan Vina agar mereka cepat-cepat punya keturunan. Padahal selama ini Vinapun selalu berupaya agar selekasnya hamil. Sampai sampai merekapun tidak menggunakan alat kontrasepsi dalam berhubungan suami istri. Segala upaya telah mereka lakukan dengan konsultasi pada seorg dokter langganannya. Dan kesehatan mereka berduapun cukup sehat dan subur untuk bisa hamil. Vina pun tanpa sengaja pernah mengeluh pada Warso saat didalam mobil setelah pulang dari periksa ke dokter. Sebagai sopir atau pembantu Warsopun hanya berucap seadanya pada Vina agar slalu sabar, mungkin saja belum saatnya Vina hamil. Dan setiap yang terlihat oleh Warso saat suami istri itu bersebadan, mereka selalu polos tidak menggunakan kontrasepsi apapun. Apalagi ia yang sering mengantar Vinapun ke dokter kandungan hanya konsultasi soal keinginan mereka agar secepatnya memiliki momongan. Aktifitas onani Warsopun semakin menggila. Ia seakan kehilangan akal sehat. Ia seakan tau penyebab masalah Vina itu. Kuncinya adalah Indra terlalu egois dan iapun berkesimpulan bahwa iapun bisa menghamili Vina, jika diberi kesempatan. Bisik… hatinya. Ia tidak lagi memandang Vina sebagai majikannya yang harus ia jaga. Sekarang iapun berobsesi untuk memasuki kehidupan Vina dan menikmati kehangatan tubuhnya, juga kalau bisa merampasnya dari tangan suaminya yang syah. Apapun caranya baik secara halus atau amat terobsesi dan terpesona akan sosok Vina yang cukup cantik dan masih keturunan terhormat itu. Alangkah bangganya ia jika kelak dapat keturunan dari wanita darah bangsawan dan cantik itu. Apalagi yang ia tahu, saat bersebadan dengan suaminya Vina terlihat selalu kesakitan di kemaluannya padahal penis suaminya itu tidaklah lebih besar dari jempol Warso. Berarti jepitan liang kemaluan Vina amat seret dan belumlah longgar seperti wanita wanita yang dulu pernah ia gauli. Apalagi Indra yang diluar terlihat gagah, jantan dan bijaksana juga amat peduli pada semua org ternyata di atas ranjang tidaklah ada apa apanya. Warsopun berpikiran bisa saja Vina jatuh ketangan laki laki lain,sebab dalam menjalankan usahanya ia juga memiliki bawahan dan kolega dari pria pria mapan dan terpelajar. Mengingat kemungkinan terburuk yang akan melanda Vina karena tekanan mertua dan orangtuanya juga kondisi ranjangnya yang tidak pernah membuatnya puas segalanya bisa terjadi. dan pria mana yang akan menolak jika ada sinyal dari Vina. Namun semua perkiraan Warso itu tidaklah terbukti. Tidak ada sedikitpun Vina berubah,ia masih tetap setia pada suaminya. Dan Warso semakin merasa sangat berkepentingan dengan semua itu. Ia ingin Vina jatuh kepelukannya tanpa ada gangguan dari pihak manapun juga. Pikiran sesat dan keinginan tobatnya telah terkubur didalam hati Warso. Semuanya tertutup oleh hawa nafsu kebinatangan yang menggiringnya kepada perbuatan nista. Denganmenggunakan sedikit uang dari tabungannya. Warso mendatanggi seorang dukun yang ia kenal saat di Surabaya dulu. Untuk kesanapun ia berbohong dengan alasan ada keperluan dengan kerabatnya. Warso tidak lagi memikirkan akibat perbuatannya. Padahal selama ini Indra dan Vina amatlah baik kepadanya. Indra telah menganggapnya sebagai saudaranya dan orang tuanya, Vinapun apa yang dipikirkan Warso itu amat berlawanan dengan kenyataan yang dialami Vina. Bagi Vina kepuasan sexuil itu merupakan masalah pribadinya dengan Indra dan iapun tidak mempermasalahannya. Ia sudah cukup merasa bahagia dengan keadaannya yang sekarang dan iapun tetap rukun-rukun saja dengan suami yang amat ia cintai. Adapun Warso bertindak dengan memakai jasa dukun karena ia sadar, tidak akan diterima Vina secara baik-baik. Apalagi melihat sosok Warso yang berwajah hitam kasar ditambah usianya yang lebih tua dari kedua orang tua memang tidak pantas untuk mendapatkan Vina. Apalagi Vina dari keluarga terhormat dan tidak pantas itulah makanya Warso menggunakan bantuan Dukun. Dukun itu mensyaratkan Warso untuk membawa celana dalam yang habis dipakai Vina juga beberapa helai rambut yang dengan mudah ia dapatkan Warsopun berusaha dengan mencuri cd bekas pakai itu dari mesin cucian,sebelum dicuci mbok Asih. Iapun lalu menyerahkan semua itu pada dukun dimalam yang sepi dan dingin pada saat Jumat Kliwon itulah Warso melakukan ritual yang diajurkan dukun itu dengan betelanjang bulat. dalam ritualnya itu pun Warso diinstruksikan untuk melakukan onani sampai klimaks dan semua itu merupakan ritual yang akan dirasakan Vina saat tidurnya itu. Sedang sperma yang muncrat dari onani Warso saat ritual itu akan bersenyawa didalam rahim Vina secara gaib. Menguna gunai Vina sanagt susah. Ia memiliki suatu kekuatan yang sulit ditembus oleh kekuatan gaib di liang kemaluannya. Itu hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja. Dan jika Warso berhasil maka Vina akan sepenuhnya terikat pada Warso. Indra tidak akan bernafsu lagi untuk meniduri istrinya jika Warso telah berhasil menumpahkan spermanya. Dan juga jika Warso berhasil, Kehidupannya akan terjamin dan berwibawa dimata umum juga secara materil akan meningkat. Itulah nasehat dari dukun itu. Dengan bersemangat Warso tidak sabar untuk menunggu saat yang dinantikannya itu. Sesuai petunjuk sidukun Vina telah bisa di tiduri Warso, namun ia harus melihat waktu yang tepat saat suaminya tidak ada. Dan masih menurut dukun itu, pada awalnya Vina akan menolak keinginan Warso itu secara keras. Dan perlawanan dari Vina akan mengendor semenjak matanya dipandang saat akan di tiduri juga. Dan untuk menundukkannya Warso harus pintar-pintar mengatur cara dan strateginya. Wejangan dari dukunnya itu. Sebab untuk menundukkan Vina sangat besar resikonya. Apalagi Vina masih terikat pernikahan yang syah dengan Indra. Seminggu setelah ritual yang dilakukannya itu, Warso akhirnya mendapatkan saat yang dinantikannya itu. Saat saat pelaksanaan itu dapat dilakukannya pada waktu Indra yang setiap bulannya melakukan perjalanan bisnis ke Jakarta. Biasanya Indra ke Jakarta pergi selama 5-7 hari tergantung lamanya urusannya. Warso telah hafal akan jadwal perjalanan Indra. Dan sore itu Indra berangkat ke Jakarta dengan memakai mobil pribadinya. Sedang sopirnya dipakai yang biasa di kantornya, sebab Warso diwanti-wanti untuk menjaga rumah dan Vina berikut isinya. Warsopun menerimanya dengan senang hati. Dan yang lebih membuatnya girang adalah kebetulan saat itu Mbok Asih pembantu keluarga itupun izin pulang ke desanya karena cucunya akan khitanan. Mbok Asih minta izin pada majikannya selama 4 hari. Nah kesempatan itu akan membuat Warso bisa mereguk sepuasnya kebersamaan dengan Vina tanpa adanya gangguan dari orang lain. Sore itupun Warso menutup pagar rumah yang tinggi itu dengan rapi dan menguncinya dari dalam. Iapun lalu masuk kedalam kamarnya dan mandi. Setelahnya Warsopun mengambil ramuan yang telah ia sediakan biasanya ia minum untuk menjaga kondisi tubuhnya agar bugar dan staminanya terjaga. Ramuan itu adalah ramuan khas tradisonal daerahnya yang telah terbukti khasiatnya terutama untuk pria yang akan melakukan hubungan sex. Sengaja ia minum agar nanti jika melakukan persebadanan dengan Vina akan dapat membuatnya lebih jantan dan bisa mengalahkan gejolak darah muda Vina. Sebab untuk yang pertama kali itu ia harus meninggalkan kesan yang mendalam pada Vina untuk menghantarkannya ke sorga dunia seutuhnya dalam hub laki laki perempuan. Selesai minum jamu kuat itu iapun beranjak kedalam rumah induk untuk makan. Dan sekalian melihat situasi kondisi rumah saat itu. Memasuki ruang belakang dan menuju dapur dan dekat sebuah meja ia berhenti lalu meraih piring dan nasi. Ia lalu duduk dan makan dengan lahap maklum rasa lapar menggerogotinya. Ia sesekali menoleh kedalam rumah untuk melihat majikannya. Ia tidak melihat Vina. Mungkin Vina masih dikamar pikirnya. Dalam keasyikannya makan itu , Vina muncul dari dalam rumah dengan pakaian kimono sutra yang amat serasi dengan kulitnya yang putih mulus itu. Tampak rambutnya sedikit basah, rupanya Vina barusan selesai mandi. Tersirat kecantikannya secara alami tanpa polesan make-up dan wangi tubuhnya saat melintas didepan Warso yang sedang makan di ruang dapur yang luas dan mewah itu mereka bertemu. “Oh… pak Warso… lagi makan ya? Ditambah nasi dan lauknya pak?” tawar Vina. “Sudah… bu? Saya dari tadi makan dan hampir selesai . jawab Warso. Ibu mau makan juga ya? tanya Warso. “Iya… pak. Tapi kenapa bapak menyudahi makan? Saya jadi ndak enak… lho… ” kata Vina, dengan logat jawanya yang kental. “Ah… bener lho bu… saya udah rampung makannya… masak saya bohong… ??? Ntar mau ditaruh dimana makanannya?” jawab Warso sambil bercanda. “Tapi… bapak temenin saya makan ya? Soalnya mbok Asih nggak ada. Bapak bikin aja kopi… biar ada yang nemenin saya.” imbuh Vina ramah. “Tapi bapak jangan sungkan-sungkan lho? Nanti saya lapor mas Indra jika bapak sungkan-sungkan… ” ancam Vina. Memang dalam keluarga nya Vina dan Indra tidak membedakan para pembantunya itu. Bagi mereka soal pekerjaan adalah urusan tersendiri dan jika telah berada di rumah berarti mereka adalah keluarga. Indra akan marah jika tahu para pembantunya bersifat terlalu sungkan-sungkan dan malu malu. Mereka amat terbuka pada dan sering bertukar pikiran dengan pembantu-pembantu nya. “Baiklah bu?” jawab Warso yang kemudian berjalan dan membuat kopi setelah ia mencuci piring makannya di wastafel. Ia lalu duduk semeja dengan Vina yang saat itu sibuk menyendok nasi ke mulutnya yang mungil itu. Warso duduk didepan Vina sehingga ia dapat dengan bebas memandang kecantikan majikannya itu dari dekat. Dalam saat itu, mata Warso terus memperhatikan Vina yang terlihat sibuk makan dan mengunyah makanannya sambil melihat sebuah tabloid. Matanya terus memperhatikan sosok yang selama ini menjadi impiannya dari jari yang halus dan kuku yang agak panjang dan dihiasi cincin kawin emas putih yang dihiasi dari berlian di jari manis itu. Pandangannya beralih ke dada Vina yang besarnya sempurna dan masih kecil untuk ukuran telapak tangan Warso yang kasar dan penuh bulu liunya ditelannya membayangkan tubuh majikannya yang duduk didepanya itu. Tenggorokannya seakan kering menahan gejolak dalam dadanya. Juga terlihat lehernya yang jenjang juga putih dan dihiasi seuntai kalung emas putih berlogo V. Tanpa ia duga, lalu pandangan Warso bertabrakan dengan mata Vina. “Vina pun berkata, ada apa pak? koq memandang saya seperti itu?” kata Vina. “Abis ibu amat cantik dan menarik lho. Jadi wajar khan saya memandang wajah ibu yang cantik dan alami itu khan?” jawab Warso polos. “Ah!… bapak bisa aja.” Sahut Vina. “Saya biasa saja lho pak? ndak ada yang istimewa lho?” imbuh Vina merendah. “Nah makanya bapak cepat cepat cari istri biar ada yang merawat dan bisa bapak lihat setiap hari. Kan kasian hari tua bapak nggak ada yang nemanin… juga yang akan merawat bapak,… jika sakit… ” sahut Vina sambil senyum. Padahal saat itu dalam hatinya saat itu amat girang karena pujian dari Warso. “Ah… ibu jangan berkata begitu… , saat sekarang amat sulit mencari wanita yang baik dan setia seperti Ibu. Saya takut nanti ndak bisa membahagiakannya secara materil kalau bathin mungkin bisa, padahal saya hanyalah seorang sopir lho bu… !” terang Warso sambil mengeluh. “Yang seperti Saya?” jawab Vina heran… “Apa saya baik dan setia pak?” tanya Vina lagi atas sanjungan Warso. Ia merasa sumringah dan bangga karena sekali lagi di sanjung sopirnya itu. “Iya… bu… ,selain cantik ibu juga baik dan bisa membahagiakan suami. Makanya den Indra bisa seperti sekarang ini.” Jawab Warso. “Ohhh… bapak ada ada aja. Piye toh pak… apa perlu saya carikan yang seperti itu untuk bapak?” “Bener bu… ?” tanya Warso. “Tenang aja dulu ya pak? Yang sabar… ntar juga ketemu wanita baik koq,” terang Vina. “Baiklah bu… ” Warso mengangguk setuju. “Tapi yang seperti ibu ya… baiknya… atau ibu aja gimana?” gurau Warso. “Hahhhhh… aaapaaa? mbok… ya ngucap… pak????” sahut. Vina,kaget. “Jangan lah pak… ! Itu dosa… pak. Apalagi aku kan ada suami. Lagian ndak ada gunanya lo… pak?” jawab Vinna kaget. “Ah… guyonnya amat sadis ya??? “Bapak bisa aja… ” jawab Vina sambil senyum . “Ah… saya juga bercanda lho buk???? Kalau iya juga nggak apa apa?” sahut Warso sambil senyum lagi. “Ah sudahlah pak jangan bicara masalah itu lagi doang… saya ndak enak.” Imbuh Vina lagi sambil menyuapkan sendok makan ke mulutnya lagi. Selesai makan Vina lalu bangun dari meja makan dan berjalan kearah wastafel mencuci piring juga tangannya. Warsopun memandangnya dari belakang tampak olehnya bayangan tali bra yang halus dan garis celana dalam majikannya itu. Setelah itu Vina berjalan kearah ruang tengah rumahnya. Iapun duduk pada sebuah sofa dan menyetel televisi. Dalam saat itu, iapun memanggil Warso untuk nonton tv di ruangan yang luas itu. Sebab tadinya ia lupa menawarkan pada Warso. “Ayo… pak… nonton bareng didalam aja. Kan bapak bisa nonton sambil minum kopi.” ajak Vina. Dengan ogah-ogahanan yang dibuat buat Warso akhirnya masuk keruang tengah itu sambil membawa kopi. “Wah bagus ya bu gambarnya. Apalagi tvnya besar dan suaranya amat jelas.” kata Warso menutupi kegugupannya. “La… iyalah pak… ” jawab Vina. “TV yang dikamar bapak apa masih bagus? Nanti saya minta mas Indra mengganti dengan yang sedang ya pak?” tanya Vina. “Ooo… masih bagus koq bu… ” jawab Warso. Ia gugup karena sedang mencari jalan dari mana ia akan mulai merayu Vina yang saat itu duduk di sofa panjang itu. Dalam pikiran Warso terus berkecamuk mencari cara agar bisa melaksanakan keinginannya itu. Ia terlihat gelisah dalam duduknya. Kegelisahan Warso itu di tangkap Vina. “Ada apa pak? Kelihatannya bapak gelisah ada yang dipikirkan ya?” tebaknya. Dengan keringat yang mulai membasahi dahinya Warsopun menjawab. “Bu?… saya sebenarnya merasa bersalah jika mengatakannya. Ibu tidak marah jika saya mengatakannya khan?” jawab Warso. “Lah… nggak lah pak… apa sih?” tanya Vina. “Begini lho bu… ” terang Warso… “Jika saya… selalu dekat ibu… , sss… saya jadi tidak tahan akan godaan yang slalu datang itu bu?” terang Warso… “dan lagian ibu begitu cantik… terus terang. Saya tidak tahan… bu, atas godaan yang selalu datang itu bu?” katanya polos sambil meraih tangan Vina. Saat itu Vina masih membiarkan Warso meraih tangan dan meremas jemarinya yang halus dan lembut itu. Bulu kuduknya pun merinding karena ia tidak pernah dipegang laki2 lain selain suaminya. Namun ia masih mentolerir tindakan sopirnya itu yang ia anggap orang tua yang harus ia hormati. Namun mendengar pengakuan jujur Warso itu, mimik wajah Vina menjadi bersemu merah menahan kaget dan marah juga pedih. Wajahnya yang putih itu berubah bersemu merah. Ia tau maksud dari perkataan pembantunya tidak menduga kata-kata yang keluar dari mulut orang yang selama ini ia anggap sebagai pelindung dan pembantunya itu. Namun tangannya masih di genggamWarso. Dalam kebisuan dan kebingungngannya saat itu Warso pun berusaha mencium jari tangannya yang halus. Jelas sekali bahwa pembantunya itu ingin mereka berdua berselingkuh dan menghendaki hubungan yang intim antara pria dan wanita. Dengan sedikit hentakkan Vina menarik tangannya dari pegangan Warso dan menampar pipi laki-laki tua itu. Sambil berbalik ia berlari kearah merasa malu karena Warso dengan berani memegang tangannya. Ia terlihat kecewa dan bingung. Dikamarnya ia hempaskan tubuh rampingnya kearah ranjangnya. Ia merasa menyesal telah menampar Warso. Seumurnya belum pernah bertindak kasar. Jangankan menampar berkata kasarpun tidak pernah dilakukannya. Rasa bersalah itu telah menggerogotinya. Warso mendapat perlakuan itu mejadi kaget dan bercampur rasa marah. Seumurnya belum pernah di tampar oleh wanita apalagi dengan telak seperti itu. Namun ia ingat kata-kata dukun yang telah memberi tahukannya tentang kemungkinan itu. Iapun bisa menerimanyan meski pipinya sedikit perih namun rasa optimisnya muncul dan tidak lama lagi ia akan berpesta diatas tubuh Vina yang cantik dan sintal itu. Setelah mendapatkan perlakuan telak dari Vina itu membuat Warso berjalan ruang dapur dan mengunci pintu dari dalam sebab ia akan berada didalam rumah induk itu hingga pagi hari. Sebab bagaimanapun ia malam itu harus bisa menaklukkan Vina baik secara lembut atau kasar. Iapun bertekat akan menghantarkan Vina sampai puas dalam behubungan sex, iapun tidak akan memberi waktu Vina untukmengenakan pakaianannya selama ia dalam kamar itu. Sebab telah diberi lampu hijau oleh dukunnya dan guna gunanya telah mulai bekerja. Selesai mengunci iapun lalu kembali kedalam ruang tengah menuju kamar Vina yang ia lihat tidak tertutup rapat . Berarti secara tidak langsung Vina mengundangnya masuk kamar. Namun saat ia berjalan itu terdengar deringan telpon. Ia tidak berani mengangkat. Dan lalu ia panggil Vina. “Bu… ! bu… Vina! Ada telpon nih… ” sahutnya dari luar kamar. Tidak lama kemudian terlihat Vina keluar kamar dengan mata sembab dan sisa air mata yang ia hapus. Ia angkat gagang telepon itu. Rupanya Indra suaminya ditelepon itu. Kemudian mereka terlibat pembicaraan dan di tutup kembali oleh Vina setelah terlebih dahulu memberi kecupan sayang pada suaminya lewat telepon itu Warso masih di ruangan itu dan sempat mendengar pembicaran mereka. Rupanya Indra memberitahu bahwa ia sedang dalam perjalanan. Selesai meletakkan gagang telpon Vina berbalik dan mengucap terima kasih pada Warso. “Trima kasih pak… ” katanya, dengan suara sengau. “Maafkan saya tadi ya pak? tadi saya terlalu emosi. Dan kejadian barusan tidak pantas untuk kita pak! apalagi saya kan seorang istri dari majikan bapak yang harus bapak lindungi dan jaga juga secara tidak langsung atasan bapak!” terang Vina lagi. “Iya bu… saya tahu dan mengerti bu,” jawab Warso. “Tapi saya tidak kuasa menahan gejolak rasa dalam diri saya yang slalu datang itu bu, apa salah saya secara langsung mengeluarkan uneg-uneg bu?” jawab Warso pada Vina sambil mendekat. Ia lalu meraih bahu Vina. Vinapun menepisnya dan berlalu kekamar sambil memandang tajam padanya. Vina lalu duduk di depan kaca hiasnya dan memandang kekaca itu. Ia tahu Warso mengikutinya kedalam kamarnya. Sambil menyisir rambutnya yang kusut saat ia hempaskan tubuhnya di ranjang yang luas itu, iapun berkata. “Pak… kenapa bapak mengikuti saya? Apa… yang bapak inginkan pak… ? Jangan pak! Saya tidak ingin berkhianat dan menyeleweng dari suami yang saya cintai. Saya takut pak? Ini dosa besar pak? Apalagi cuma kita berdua dikamar ini bukan suami istri… !!” terang Vina sambil sesegukkan menahan rasa sesal dan kecewa yang amat sangat. “Bapak tahu sendiri khan?” terang Vina. Mendengar kata-kata itu Warso terus berjalan kearah tempat duduk Vina. “Bu… !” jawab Warso. “Saya menyayangi ibu?” “Saya tahu ibu tidak bahagia… saya yakin bisa mengisi kegersangan bathin… ibu itu… meskipun saya tidak sekaya den Indra.” terang Warso. Vina berbalik… “Kenapa bapak bisa bilang saya tidak bahagia? Apa hak dan urusan bapak? Bagi saya… kebagiaan itu telah saya rasakan dan saya tidak menuntut yang macam-macam… ” terang Vina dengan sengit. Lalu Warso meraih bahu Vina dan memandang matanya dalam dalam. “Saya tahu ibu tidak pernah bahagia sebagai wanita apalagi dengan urusan diatas ranjang… bathin ibu selalu gersang, benar khan? Ibu jangan munafik dan menyembunyikan masalah itu, bu? Apalagi sampai saat inipun ibu belum juga hamil dan itu adalah idaman ibu juga khan?” serang Warso. “Apa itu yang dikatakan bahagia? Bu… jangan ibu sembunyikan gejolak yang ibu miliki itu. Ibu masih muda, cantik dan berkecukupan. Saya bisa memberi apa yang tidak ibu dapatkan dari den Indra… ” kata Warso dengan kurang ajar. “Ibu tidak harus berpisah dengan den Indra, dan kita melakukannya dengan rahasia. Selama ibu masih bisa menutup rahasia itu siapapu tidak akan tahu bu… ?” terang Warso. “Dan lagian den Indra mengharap ibu hamil apalagi orangtuanya amat ingin, apa ibu ingin den Indra mencari wanita lain dan menduakan ibu?” serang warso lagi. Mendengar kata-kata terakhir dari sopirnya itu, membuat Vina kehabisan kata-kata memang amat mencintai Indra ia tidak ingin cintanya diduakan suaminya. Dan memang hingga tahun ketiga mereka menikah dirinya belum juga memiliki keturunan. Ia semakin terpojok dan bingung untuk menghindar dari serangan kata-kata Warso itu. Keseimbangan pikiran sehatnya hilang. Ia seakan limbung dan mudah goyah. Dalam kebimbangannya itu, ia hanya duduk dan terpaku memperhatikan mata Warso yang berubah liar seperti harimau yang lapar kearah tubuhnya. Suatu kesalahan fatal telah ditambah Vina saat itu, dengan memandang mata Warso. Sikap diam Vina itu dikira Warso adalah penyerahan dirinya pada keadaan saat itu. Dengan cepat ia raih kedua pipi Vina yang halus dan mulus itu dengan tangannya yang kasar dan hitam berbulu itu. Lalu ia tarik wajah Vina kearah bibirnya dan dikecup dengan dalam dan penuh nafsu. Vina berusaha mendorong dan menghindar. Namun apalah dayanya. Syaraf motoriknya seakan lumpuh. Bulu-bulu halus ditangan dan tengkuknya berdiri merasakan aroma syahwat yang dipancarkan laki-laki tua itu. Ia pun larut akan ciuman dan permainan lidah Warso. Sempat ia ingin meludah karena jijik oleh aroma mulut Warso yang habis merokok itu. Namun ia tidak bisa menggerakan tubuhnya yang ramping karena ditempel ketat oleh Warso. Kuluman dan permainan lidah itu berlangsung cukup lama. Saat itu ludah Warso tertelan oleh Vina begitu juga sebaliknya. Kemudian mulutnya terus bermain disekitar dagu dan leher jenjang Vina. Warso sempat merasakan kelembutan dan kekenyalan payudara Vina yang menempel pada dadanya saat ciuman wangi tubuh yang dipancarkan dari aroma parfum issey miyake yang biasa dipakai Vina amat membuatnya semakin bernafsu pada tubuh mulus majikannya itu. Merasa tidak ada lagi penolakkan dari Vina, maka ia meningkatkan serangannya kearah payudara Vina yang masih tertutup kimono dan bra itu. Sebelah tangannya meraih payudara kiri Vina. Amat terasa sekali kelembutan dan kehalusannya. Vina hanya memejamkan matanya. Rasa penolakan dan bangkitnya nafsu saling muncul di kepalanya. Namun Vina seakan tidak mampu untuk mengadakan penolakan. Iapun lalu meraih kepala Warso yang beruban dan terlihat ketuaannya itu. Kimono sutranya telah acak-acakan karena kenakalan tangan Warso. Dan disuatu kesempatan Kimono yang halus dan lembut itu berhasil di lepaskan Warso dari tubuh ramping dan mulus itu. Kimono terlempar kelantai yang beralaskan karpet warna biru itu. Tubuh putih Vina terlihat berkeringat karena gejolaknya, padahal hawa dalam kamar itu cukup dingin karena AC dinyalakan. Aroma dalam kamar itupun memancing Warso untuk terus menikmati inci demi inci sekujur tubuh Vina yang merupakan majikannya itu. Begitupun yang terjadi pada diri Vina, ia tidak lagi sadar tentang apa yang akan terjadi pada dirinya saat itu. Segenap syaraf akal sehatnya seakan lumpuh dan melupakan dengan siapa ia bergumul saat itu. Dalam keasyikan dua jenis mahluk berlainan jenis yang berbeda usia dan status itu akhirnya membuat mereka sangat dekat. Gesekan kulit keduanya terasa nyata bagi Warso. Tanpa terasa keadaan tubuh Vina semakin tidak beraturan. Bagian penting dari tubuhnya hanya tertutup Bh dan celana dalam saja. Warso lalu menggiring Vina ke ranjangnya yang luas berbentuk antik dan empuk itu. Diranjang itu lalu ia baringkan tubuh yang sangat cantik dan menggoda itu dengan hati-hati. Vinapun menurut saat dibimbing Warso untuk rebah diranjang yang biasa ia pakai dengan suaminya itu. Vina pun terbaring di ranjangnya dalam keadaan tubuh yang basah oleh keringatnya sendiri akibat reaksi dari rangsangan yang diberikan pak Warso. Rasa malu didirinya ia ungkapkan dengan merapatkan kedua pahanya. Ia merasakan saraf dari alat vitalnya telah memberikan sinyal bahwa ia telah mulai bereaksi. Itu dirasakannya karena rasa basah pada organ intimnya yang siap untuk tahap selanjutnya. Warsopun lalu berdiri dan melepaskan pakaiannya. Iapun hanya meninggalkan celana dalam saja. Tubuh tuanya terlihat hitam legam dan masih kuat dan dipenuhi tato di lengan dan pinggangnya. Lalu ia naik keatas ranjang tempat Vina terbaring . Warso kembali meraih dagu Vina dan menghirup mulut mungil itu untuk beberapa saat. Disuatu kesempatan tangannya memilin payudara Vina yang kiri. Bra Vina saat itu masih melekat didadanya. Lalu tangan kiri Warsopun bergerak melepaskan pengait bh Vina yang sempat ia lihat bernomer 34b itu. Ia tahu bra Vina berharga mahal. Karena ia pernah melihat struk pembelian bra itu yang tercecer di rumah itu. Bra itupun ia letakkan ke pojok ranjang. Sekarang buah dada yang mulus dan putih itu telah terbuka seutuhnya. Seakan mengundangnya untuk menjamah dan memilinnya. Vina berusaha menutup payudaranya itu dengan tangannya,namun Warso berhasil mencegahnya. Dengan lemah lembut Warso memilin dada Vina dengan lembut lalu mulutnya pun menjilat puting Payudara yang kemerahan itu. Mendapat rangsangan dan kecupan mulut dar Warso membuat Vina seakan terbang keawang awang. Warso memperhatikan kedua bukit dada Vina amat putih jernih hingga menampakkan bilur merah aliran darahnya yang halus. Warso terus saja memilin payudara itu dan mengemutnya dengan mulut seperti bayi yang sedang menetek pada ibunya. Vina hanya meronta manja dengan menghentakkan kakinya ke sprei sedang tangannya meraih rambut Warso. Dengus dan rintihan manja keluar dari mulutnya yang mungil. Beberapa lama kemudian Warsopun puas dengan dada Vina dan wajahnyapun turun keperut terus berhenti di selangkangan Vina yang tertutup cd yang bermerek Wacoal. CD nya bewarna putih. Kain penutup itu terlihat basah. Warso tahu itu bukanlah keringat tapi air dari dalam kemaluan Vina yang keluar karena rangsangannya. Warso lalu memandang kemaluan Vina yang masih tertutup itu dari dekat. Bayangan rambut halus yang tumbuh disekitar liang kelamin itu tampak jelas. Warso mendekatkan wajahnya ingin menghirup aroma wangi dari kemaluan wanita cantik itu. Ia pun sadar Vina selalu menjaga kebersihan organ intimnya. Vina yang saat itu mengetahui Warso yang terus memandangi organ intimnya lalu semakin merapatkan pahanya. Rasa malu pada dirinya seakan ia tutupi dengan sikap demikian. Merasa Vina telah berada dalam genggamannya, Warso lalu berusaha melepaskan penutup itu. Ia ingin melihat isi kemaluan Vina dari dekat. Namun sikap Vina saat itu membuatnya berfikir lagi, dan timbulah akalnya untuk mencium kaki Vina. Warsopun menciuminya mulai dari telapak kaki lalu kebetisnya mulus dan ibarat mbunting padi dan putih bersih itu. Vinapun akhirnya lengah karena kedua betis dan pahanya dijilati oleh Warso. Warso tidak menyia nyiakan kesempatan itu. Salah satu jarinya langsung meraih karet yang melingkari pinggul Vina. Lalu ia tarik karet celana dalam yang basah sebahagian itupun lepas hingga lutut masih sadar lalu ia berusaha merapatkan kembali pahanya. Usahanya sia sia sebab Warso telah memposisikan dirinya berada diantara kedua paha Vina. Hingga gerakan Vina itu menyentuh pinggang Warso. Kedua pahanya tidak dapat lagi ia rapatkan. “Oh… pak… jangan… yang satu itu pak?… Pak? jangan dimasukkan… aduh… Pak… ” Mohon Vina pada Warso sambil merintih dan menangis. Vina sadar saat sesuatu yang terlarang akan terjadi dan akan merubah jalan hidupnya. “Tenang aja Bu? Ibu tidak akan saya sakiti.” bujuk Warso yang saat itu kembali sibuk meremas dan memilin payudara Vina agar Vina kembali larut oleh nafsunya. Karena kedua kakinya telah terkangkang terbuka dan diantara kedua pahanya ada tubuh Warso. Vinapun terdiam dan kembali menerima suguhan kenikmatan yang diberikan sopirnya itu. Bagi Vina saat itu tiada pilihan lain karena iapun sadar jalan hidupnya akan berubah dan semua itu akan dituntun oleh Warso yang kini sibuk menjamahi setiap lekuk tubuhnya. Merasa Vina telah terlena,Warso lalu turun kearah kelamin Vina dan mendekatkan wajahnya yang penuh jejak cacar itu pada liang kemaluan Vina. Disana iapun menghirup aroma kewanitaan Vina yang khas dan bersiap menjilatnya. Lalu lidahnya masuk kedalam celah yang masih sempit dan tembam yang dihiasi bulu halus dan tertata rapi. Aromanya membuat Warso seakan ingin lebih lama di celah sempit itu. Rasa asin dan lelehan lendir dari dalam celah itu dilahap Warso tanpa rasa jijik sedikitpun. Vina semakin tidak dapat menyembunyikan rasa nikmat, geli dan gatal pada pusat kewanitaannya saat itu. Selama ia menikah belum pernah merasakan yang namanya oral sex itu. Suaminya belum pernah melakukannya seperti itu. Vina seakan utuh menjadi wanita dan rasa percaya dirinya pun bangkit. Hentakan kaki dan remasan tangannya pada kepala Warso merupakan wujud keinginannya untuk menumpahkan segala rasa yang selama ini terpendam. Warso tahu itulah yang diidamkan wanita muda seperti Vina. Ia ingin Vina dapat bersamanya menikmati rasa keutuhan dalam hubungan sex. Selama ini ia amat kasihan kepada Vina. Elusan jari tangan dan jilatan mulut Warso di kewanitaan Vina melambungkan Vina kealam sorga dunia yang belum pernah dirasakannya bersama laki laki yang dicintainya. Beberapa waktu karena intensitas rabaan dan remasan jari-jari Warso mampu membuat Vina orgasme. Sebagai perwujudan dari rasa kepuasan itu terpancar dari keluarnya cairan lendir yang sedikit asin dari liang kewanitaan Vina. Tanpa merasa jijik Warso melahapnya hingga tandas. Ia pun memegang mitos bahwa meskipun bukan perawan, namun cairan dari liang kemaluan wanita muda seperti milik Vina itu mampu membuatnya awet muda. Melihat kondisi Vina yang telah orgasme dan melewati masa kegersangan itu lalu Warso pun memposisikan tubuhnya sejajar dengan tubuh Vina yang terbaring telanjang dan mengangkang itu. Kepala penisnya telah berdiri menantang siap untuk masuk kedalam sangkar yang berada di antara kedua paha putih dan mengkilap karena lendir dan keringat itu. Dengan masih basah oleh lendir dari vagina Vina,Warsopun meretas jalan buat kemaluannya untuk menempelkan dan menggosokkan sedikit sedikit kepala kemaluannya ke celah basah itu. Ia ingin Vina merasa gatal dan penasaran menanti detik detik penyatuan kelamin mereka. Celahnya masih kecil dan seret maklum selama ini hanya digunakan untuk kencing dan berhubungan sex dengan suaminya yang ukuran penisnya tidak lebih besar dari kelingking Warso. Dan untunglah dibibir vagina itu masih ada sisa lelehan lendir, lalu dengan perlahan penisnya ia dorong masuk. Karena licin dan sedikit sempit hanya kepala penis yang berbentuk topi baja itu saja yang muat. Warso lalu mendorong dengan pelan-pelan. Ia ingin merasakan saat saat kehangatan celah itu, juga pergeseran dinding kelamin mereka bersama. Karena besar dan panjang, penis itu seolah menemukan liang buntu. “Ough… aduhhhh… pakkkkk… !!! Pelannnn… !!!!!! Sakittt… grhhh… pakkkkkkkkkkkk… auggghhhh… ” jerit Vina, Sambil mendorong tubuh Warso menjauh. Namun Warso tetap tidak peduli. Kepalang basah kata hatinya. Iapun terus mendorong penisnya masuk perlahan. Gesekan yang ditimbulkan batang penis dan dinding rahim Vina membuat Vina merasakan kesakitan dan nyilu di selangkangannya. Apalagi ia harus menahan bobot tubuh Warso yang terbilang agak berat itu. Mengetahui kondisi dan tidak ingin terlalu membuat Vina tersiksa Warsopun mendorongnya dengan kekuatan penuh. Hingga akhirnya amblas semuanya. Kedua tangannya memegang pinggul Vina dan agar tidak terlepas dari liang itu. Semua itu dilakukan Warso agar Vina tidak mendorong tubuhnya lagi dan melepaskan tubuhnya dari penyatuan alat kelamin mereka itu. Warso tahu bahwa saat itu amat menyiksa Vina karena rasa nyilu dan sakit dikemaluannya. Namun kenikmatan masih dirasakan Warso. Iapun lantas mendiamkan posisi penisnya yang mentok kedasar rahim wanita muda itu. Perasaan hangat yang dihantarkan dari batang penisnya karena berada didalam rahim Vina membuatnya nyaman dan kenikmatan. Ia ingin mendiamkan posisi itu beberapa saat agar liang kemaluan Vina bisa beradaptasi dengan panjang dan ukuran penisnya. Dalam posisi Warso yang berada diatas tubuh Vina saat itu, membuatnya dapat memperhatikan ekspresi wajah Vina meresapi saat-saat di setubuhinya. Dalam pejaman matanya terlihat tetesan air mata yang mulai menggenang dipelupuk mata Vina. Namun itu tidaklan membuat ciut nyali Warso. Baginya niat semula harus terlaksana. Dan semuanya telah berjalan dengan lancar. Tiada lagi jarak diantara mereka berdua. Vina hanya memejamkan matanya. Sebagai wanita dan juga masih istri seorang pria ia masih merasa malu pada dirinya sendiri. Ia tidak mampu memandang mata Warso yang kini telah berada diatas tubuhnya. Tidak ada lagi yang bisa ia sembunyikan dari Warso saat ini, juga batas antara majikan dan sopir, juga batas darah feodal dan materi semuanya telah hancur saat persebadanan dua manusia berlainan jenis ini berlangsung. Kedua tubuh mereka telah menempel erat dan keringat telah bercampur juga, alat kelamin mereka juga telah begitu menyatu. Hubungan yang semula hanya formil kini begitu intim antara majikan dan sopirnya yang terpaut usia amat jauh. Tiada yang menduga bahwa seorang laki laki kalangan bawah dan manusia yang tidak berkelas kini bisa dengan leluasa menjamahi dan menyebadani tubuh wanita terhormat dan dari kelas atas. Kini Warso telah menjadi sopirnya diatas ranjangnya. Dan dalam hatinyapun menikmati setiap sentuhan Warso yang lebih tua dari ayahnya itu. Dalam hatinya pun Warso berkata, wah!… Sungguh cantik wanita muda ini saat itu, apalagi saat ia berada dibawah tubuhnya. Butir butir keringat yang ditimbulkan karena aktifitas mereka itu seakan larut dalam gairah nafsu yang dibakar Warso. Warso lantas menciumi bibir Vina berulang ulang. Dari alisnya yang halus terus bergerak kedahi dan pipi lalu bibir terus bergerak kearah bahunya yang putih bening itu. Dibahu Vina sempat ditinggalkannya cupangan merah. Lalu gerakannya turun keleher yang teruntai kalung berlian itu. Posisinya sudah tidak beraturan lagi. Keringat Vinapun ia hisap. Warso seolah ingin menikmati semua yang ada ditubuh wanita idamannya itu. Dari leher yang putih jenjang itu lalu bibir Warsopun terus merayap kearah buah dada yang telah memerah dan putingnya yang tegak menantang. Puting kecil itu seolah menikmati pilinan dan gigitan kecil bibir tebal Warso. Vinapun kembali naik birahinya. Ia lalu bereaksi dengan memegang bahu Warso. Sedang matanya terlihat sayu. Masa terance mulai datang pada diri Vina. Vina sudah kembali bergairah, Warso pun menarik penisnya yang masih tertancap di vagina yang sempit itu. Gerakan maju mundurnya membuat Vina mengigit bibir bawahnya seolah rasa perih mulai hilang diganti rasa nikmat karena gesekan kulit daerah organ vital mereka berdua. Goyangan maju mundur Warso terus menerus seolah ingin menancapkan penisnya sedalam mungkin Cukup lama ia melakukan gerakan menekan dan memutar liang itu. Beberapa menit berlalu sebuah erangan panjang keluar dari mulut Vina. “Oooughhhhhhh… ough… ooooohhhhhhhhh… pak… ” Tubuhnya mengejang, kakinyapun menekan pinggul Warso. Cengkraman kukunya di lengan Warso yang bertato itu menandakan ia telah orgasme untuk kedua kalinya. Merasa telah membuat Vina orgasme, tubuhnya pun melemah dan tiada lagi daya dalam diri Vina untuk mengimbangi stamina Warso. Melihat kejadian itu Warsopun lalu mempercepat gerakannya, ia pun ingin mencapai klimaks. Namun semua itu terasa agak sedikit lama mungkin karena pengaruh ramuan yang ia minum sore itu dan beberapa menit kemudian barulah ia menumpahkan air spermanya didalam rahim Vina. Spermanya yang tumpah cukup banyak hingga rahim Vina tidak mampu menampungnya hingga tumpah membasahi kain spey ranjang itu. Ada rasa hangat yang di rasa Warso saat penetrasi dilakukannya. Warso lalu mengangkat pinggul Vina. Itu dilakukannya agar air maninya larut dan bercampur dengan sempurna didalam rahim Vina. Ia selalu ingat akan pesan dukunnya itu. Kedua tubuh anak manusia itupun lalu terkulai lemas. Perkawinan alat kelamin mereka masih saja berlangsung. Warso tidak melepaskan penisnya dari dalam liang kemaluan Vina. Ia ingin agar Vina dapat meresapi kehangatan yang diberinya tidak terlewat begitu saja. Sebab ia slalu melihat saat Indra suami Vina selalu mencabut penisnya setelah ia sendiri klimaks. Vinapun menikmati kebersamaan itu Kehangatan itu didapatnya dari orang lain bukan suaminya. Diatas ranjang yang kain sprey yang telah kusut dan basah itu dua tubuh manusia berlainan jenis menyatu. Tubuh Warso memang sedikit besar dan hitam,hingga membuat tubuh telanjang Vina tertutup oleh tubuh Warso. Alat kelamin merekapun terlihat masih menyambung. Keduanya saat itu kemudian tertidur karena telah melakukan perkawinan awal yang cukup panas dan sengit. Wangi aroma wangian dari AC saat itu membuatnya dimalam yang dingin disertai hujan deras dan sunyi itu tidak ada yang menyangka bahwa di rumah yang megah dan asri itu telah terjadi hubungan mesum antara majikan wanita dengan sopirnya yang telah tua itu. Perkawinan itu berlangsung amat syahdu bagi Vina yang selama ini tidak pernah merasakan sorga dunia. Malam itu adalah hal yang pertama kali dalam hidupnya ia menyerahkan diri kepada seorag laki laki selain suaminya dan sejak malam itu pulalah ia akan terus menjadi sarana pelampiasan nafsu sopirnya itu. Pada pukul dinihari Warsopun terjaga. Ia melihat kesampingnya masih ada Vina yang tertidur dalam keletihan dan tertutup selimut. Warso tidak menyadari kapan ia terdampar kesamping Vina padahal saat itu ia masih diatas tubuh Vina. Warsopun melihat tubuhnya tertutup selimut, namun tidak berpakaian. Masih dalam keadaan didalam selimut dan disampingnya masih ada Vina yang tidur dengan nyenyak sekali. Memang sesaat setelah tertidur diatas tubuh Vina, Vina terbangun karena tidak kuat menahan bobot tubuh Warso. Warso ia geser kesampingnya dan tubuh itu lalu ia tutup dengan selimut. Kejadian itu tidak disadari Warso. Dan pada saat ia terbangun malam itu, iapun melihat Vina yang tertidur dalam selimut. Iapun membuka selimut itu. Dan memang tubuh Vina masih dalam keadaan terlanjang sama dengan keadaannya. Merasa kedinginan malam itu karena diluaran ternyata turun hujan ditambah hawa AC yang menyala membuatnya merapatkan tubuhnya kearah Vina. Warsopun lalu memeluk Vina seolah seperti istrinya yang syah. Kentara sekali kehalusan tubuh Vina saat itu. Apalagi rasa hangat saat ia peluk. Perlahan nafsunya pun bangkit. Tangannya yang nakalpun meraih payudara yang tak tertutup itu. Payudara yang putih dan masih kencang itu ia pilin. Beberapa saat kemudian Vinapun terbangun dari tidurnya dan merasa ada yang menggerayanggi buah dadanya. ” Udahan… pakk! Saya ngantuk sekali!, dan capai,” mohon Vina. “Besok aja ya… pak? pagi-pagi kan saya mesti kekantor… ” pinta Vina. “Khan masih ada waktu lain, saya masih capai pak?” pintanya lagi. Lalu dijawab Warso. ” Bu Vina? saya masih kepengin,… terus… apalagi selalu deket ibu saat ini, saya mau lagi… ah… abis enakk… bu. Lagian ibu terlihat cantik jika selalu saya campuri.” Jawabnya sambil meraih buah dada Vina. “Kalau besok kan lain lagi ceritanya, ayolah bu… sebentar aja… ” pinta Warso seolah memelas pada Vina. Vina pun tidak mampu untuk menolaknya meskipun tubuhnya saat itu capai. Ia tidak mampu untuk itu… sebab ia tidak ingin kekasarannya tadi sore terulang lagi. Dan mulutnyapun tidak menjawab permintaan Warso itu. Ia hanya diam membisu. Dan karena tiada sahutan dari Vina. Warso merasa tidak akan ditolak Vina,lalu terus memilin dan meremas dada itu. Warso lalu melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya dan masuk kedalam selimut yang dipakai Vina. Tangan nya mencari liang kemaluan Vina dan mendapatkannya. Jarinya masuk dan membelai daging kecil yang berada di belahan vagina itu. Tidak berapa lama kemudian liang itu mulai basah. Vina telah terbangkit kembali nafsunya. Vina sadar saat itu Warso menginginkan persetubuhan kembali. Iapun tidak ingin didera rasa penyesalan dan pengkhianatan yang dalam pada suaminya. Lalu sebelum persenggamaan kedua itu terjadi iapun berusaha melepas cincin berlian sebagai simbol bahwa ia masih terikat perkawinan resmi sebagi istri Indra. Cincin itu ia lepas dan letakkan di meja kecil di samping ranjang itu. Kelakuan Vina itu diperhatikan Warso. Iapun bertanya, “Kenapa dilepas Bu?” “Ah… saya merasa tidak berhak lagi memakainya pak, saya telah terlalu jauh melangkah dan mengkhianati mas Indra,” jawab Vina. “Tadi saat kita bercampur saya tidak ingat,” terang Vina. Warso hanya diam memandang sorot tajam mata Vina kearahnya seraya melanjutkan aksinya ditubuh yang telah ia kuasai itu. Warso lalu berbalik arah. Ia letakkan kakinya dikepala Vina sedang penisnya menyentuh pipi Vina. Ia minta agar Vina mengulum penisnya. “Jangan yang ini pak? Saya tidak bisa, dan terus terang saya tidak biasa.” kata Vina. “Ah… ibu… awalnya memang jijik, nanti ibu jadi ketagihan.” terang Warso sambil mendorong penisnya kearah bibir terpojok dan malu karena mmg tidak ada lagi yang ia miliki, dan banggakan Vinapun akhirnya menyerah dengan terpaksa melakukannya. Sedang Warso lalu menjilat klitoris milik Vina. Tidak semua batang penis Warso dapat masuk kemulutnya. Selain panjang dan besar, juga aromanya membuat perutnya serasan ingin tidak memperdulikanya ia tetap asyik dengan jilatan pada klitoris Vina. Hingga pagi dinihari itu Vina orgasme lagi dan iapun tidak jijik untuk menelan cairan santan dari liang kemaluan Vina. Sedang Vina yang merasa lemah karena orgasme tetap berusaha membuat penis Warso tegang, namun ia tidak sampai membuat penis itu klimaks. Warso tahu itu adalah hal baru bagi Vina, nanti ia akan terbiasa bisik tidak mampu menampung semua batang penis Warso. Kecapaian dibibir Vina dirasakannya. Biarlah air maninya ia tumpahkan didalam rahim Vina. Lalu Warso merubah posisi berhadapan dengan Vina. Kedua kakinya ia tekuk dan di pinggulnya ia ganjal dengan bantal. Ia ingin spermanya tuntas didalam liang itu. Ada rasa rugi jika air maninya tumpah dan terbuang ke kain sprey. Dengan posisi demikian iapun lantas memasuki liang yang masih seret dan basah oleh lendir itu. Tidak terlalu sulit baginya untuk memasuki gerbang surga yang ada dimiliki Vina itu. Mungkin karena dinding kemaluan Vina mulai terbiasa dengan diameter batang milik Warso. Setelah semuanya amblas, Warso terus menggoyang maju mundur. Iapun tidak mau terlalu menyiksa Vina yang telah terlihat kecapaian. Apalagi dimatanya masih ada jejak tangis dan penyesalan. Mata Vina terlihat Warsopun terus meraih buah dada yang mulai tegak menantang itu. Rupanya Vinapun kembali bangkit gairahnya. Gesekan kemaluan mereka beberapa menit menimbulkan bunyi khas persetubuhan yang panas. Tidak lama kemudian Vina pun orgasme dan Warso pun bisa mengiringginya. Semua kejadian itu telah mampu merubah sosok Vina. Secara kasat mata keduanya tidak mungkin lagi bisa alat kelamin dan tubuh mereka merupakan simbol ikatan mereka. Kulit, keringat, sperma dan segala yang rahasia ditubuh mereka berdua telah mereka perlihatkan. Maka Warso pun harus bisa menempatkan dirinya disaat Vina bersama suaminya dan iapun akan selalu siap jika Vina menginginkan kehangatan yang sekarang bukan lagi Vina yang kemaren karena sejak rahimnya dibasahi oleh sperma Warso maka iapun secara otomatis dan permanen akan selalu menurut apa yang dikehendaki Warso. Suaminyapun tidak akan bergairah lagi untuk melakukan persebadanan dengan Vina. Dan masa depan Vinapun kini sepenuhnya berada ditangan Warso hingga mereka berdua menjalaninya. Malam itu… Vina memeluk tubuh telanjang Warso, dan berkata… “Pak,… jaga rahasia ini ya?… saya takut pak??? Ini semua adalah kesalahan saya”. mohon Vina. “Tenang saja bu Vina, rahasia ini hanya kita berdua. Ibu terus saja dengan perkawinan ibu dan saya akan memuaskan ibu bila ibu butuhkan”, terang Warso. Tidak lama kemudian mereka berdua lalu tidur malam itu dikamar yang biasa digunakan Vina dan suaminya tidur. Malam itu Warso yang tidur disitu. Seolah ialah suami Vina yang resmi. Paginya mereka bangun kesiangan setelah adanya bunyi telpon dari Indra. Ia di tlp suaminya yang mengabarkan bahwa Indra telah sampai di basa basi Vina lalu menutup tlp itu. Tampak tubuhnya yang indah dan kulitnya yang mulus itu keletihan. Tenaganya telah terporsir malam itu. Vinapun lalu beranjak kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang pegal dan nyilu karena persenggamaan dengan Warso. Lalu kemudian memasak makanan karena merasa lapar. Saat itupun Warso masih tidur dikamar Vina dan setelah makanan selesai dimasa barulah ia bangun. Mereka berdua makan bersama dan tidak lupa meminum vitamin penjaga stamina. Siang itu Vina tidak datang kekantor tempat usahanya. Vina hanya memberi perintah lewat telpon saja. Dan disiang hari itupun permainan sex antara mereka berdua kembali terulang dengan panasnya. Vina seakan tidak berdaya untuk melepaskan pengaruh pikat dan permintaan dari Warso. Meski tubuhnya merasa kurang fit untuk bersebadan. Warso tetap memiliki tenaga dan stamina yang luar biasa. Faktor umur tidak berpengaruh, mungkin karena ia selama ini terlalu lama beronani dan tidak pernah lagi merasakan kehangatan tubuh wanita. Dan obsesinyapun terkabul maka ia tidak menyia nyiakan kesempatan itu pada tidak lagi beronani jika libidonya datang. Semua obsesinya kini telah terpenuhi. Tubuh Vina yang masih segar dan muda itu tidak membuatnya bosan. Vinapun seakan tidak malu lagi pada Warso untuk minta jatah dalam hubungan sex. Terkadang ia sendiri yang mendatanggi kamar Warso dan menyerahkan tubuhnya pada sopirnya itu. Iapun sudah terbiasa untuk melakukan oral sex dan berbagai gaya yang mereka dapatkan dari buku dan video yang dimiliki Vina. Hampir selama suaminya berada di Jakarta tiada saat tanpa persebadanan. Kini Warsopun seakan menjadi suami Vina meskipun tidak resmi dan secara kucing kucingan. Rahasia itupun tetap terjaga hingga Vina hamil dan melahirkan anak Warso. Perkawinannya pun seakan terselamatkan oleh hadirnya Warso ditengah tengah mereka. Warsopun tidak terlalu khawatir lagi akan gangguan dari pria lain sebab Vina akan terus terikat dan tidak akan lepas dari pengaruhnya. Setiap hari mereka slalu bersandiwara seoalh hubungan mereka hanyalah sebagai sopir dan tuannya, namun jika telah berdua dan lepas dari penglihatan suaminya Vina akan utuh menjadi milik Warso.
CeritaSeks Wanita Setengah Baya Yang Selalu Ku Inginkan. "Depan ya Mas..". Dengan mata terbelalak kaget, kini aku melihat pemandangan yang luar biasa, yang belum pernah kulihat selama 24 tahun berada di kolong langit. Seorang wanita dengan kulit langsat telanjang bulat, dengan lingkaran perut pinggang ramping, buah dada masih lumayan besar
Cerita ini adalah dramatisasi dari kisah nyata, dan merupakan satu dari beberapa cerita lepas dengan tokoh utama yang sama. Antara satu dan lainnya tidak harus dibaca berurutan. Ini cerita yang pertama. Sebut saja namaku Paul. Aku bekerja di sebuah instansi pemerintahan di kota S, selain juga memiliki sebuah usaha wiraswasta. Sebetulnya aku sudah menikah, bahkan rasanya istriku tahu akan hobiku mencari daun-daun muda untuk “obat awet muda”. Dan memang pekerjaanku menunjang untuk itu, baik dari segi koneksi maupun dari segi finansial. Namun semenjak istriku tahu aku memiliki banyak sekali simpanan, suatu hari ia meninggalkanku tanpa pamit. Biarlah, malah aku bisa lebih bebas menyalurkan hasrat. Karena pembantu yang lama keluar untuk kawin di desanya, aku terpaksa mencari penggantinya di agen. Bukan saja karena berbagai pekerjaan rumah terbengkalai, juga rasanya kehilangan “obat stress”. Salah seorang calon yang menarik perhatianku bernama Ningsih, baru berusia hampir 16 tahun, berwajah cukup manis, dengan lesung pipit. Matanya sedikit sayu dan bibirnya kecil seksi. Seandainya kulitnya tidak sawo matang meskipun bersih dan mulus juga, dia sudah mirip-mirip artis sinetron. Meskipun mungil, bodinya padat, dan yang terpenting, dari sikapnya aku yakin pengalaman gadis itu tidak sepolos wajahnya. Tanpa banyak tanya, langsung dia kuterima. Dan setelah beberapa hari, terbukti Ningsih memang cukup cekatan mengurus rumah. Namun beberapa kali pula aku memergokinya sedang sibuk di dapur dengan mengenakan kaos ketat dan rok yang sangat mini. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, aku mendekat dari belakang dan kucubit paha gadis itu. Ningsih terpekik kaget, namun setelah sadar majikannya yang berdiri di belakangnya, ia hanya merengut manja. Sore ini sepulang kerja aku kembali dibuat melotot disuguhi pemandangan yang menegangkan’ saat Ningsih yang hanya berdaster tipis menungging sedang mengepel lantai, pantatnya yang montok bergoyang kiri-kanan. Tampak garis celana dalamnya membayang di balik dasternya. Tidak tahan membiarkan pantat seseksi itu, kutepuk pantat Ningsih keras-keras. “Ngepel atau nyanyi dangdut sih? Goyangnya kok merangsang sekali!” Ningsih terkikik geli mendengar komentarku, dan kembali meneruskan pekerjaannya. Dengan sengaja pantatnya malah digoyang semakin keras. Geli melihat tingkah Ningsih, kupegang pantat gadis itu kuat-kuat untuk menahan goyangannya. Saat Ningsih tertawa cekikikan, jempolku sengaja mengelus selangkangan gadis itu, menghentikan tawanya. Karena diam saja, perlahan kuelus paha Ningsih ke atas, menyingkapkan ujung dasternya.”Eh.. Ndoro.. jangan..!” cegah Ningsih lirih. “Nggak pa-pa, nggak usah takut, Nduk..!” “Jangan, Ndoro.. malu.. jangan sekarang..!” Dengan tergesa Ningsih bangkit membereskan ember dan kain pel, lalu bergegas menuju ke dapur. Malam harinya lewat intercom aku memanggil Ningsih untuk memijat punggungku yang pegal. Seharian penuh bersidang memang membutuhkan stamina yang prima. Agar tenagaku pulih untuk keperluan besok, tidak ada salahnya memberi pengalaman pada orang baru. Gadis itu muncul masih dengan daster merah tipisnya sambil membawa minyak gosok. Ningsih duduk di atas ranjang di sebelah tubuhku. Sementara jemari lentik Ningsih memijati punggung, kutanya, “Nduk, kamu sudah punya pacar belum..?” “Disini belum Ndoro..” jawab gadis itu. “Disini belum..? Berarti di luar sini sudah..?” Sambil tertawa malu-malu gadis itu menjawab lagi, “Dulu di desa saya pernah, tapi sudah saya putus.” “Lho, kenapa..?” “Habis mau enaknya saja dia.” “Mau enaknya saja gimana..?” kejarku. “Eh.. itu, ya.. maunya ngajak gituan terus, tapi kalau diajak kawin nggak mau.” Aku membalikkan badan agar dadaku juga turut dipijat. “Gituan gimana? Memangnya kamu nggak suka..?” Wajah Ningsih memerah, “Ya.. itu.. ngajak kelonan.. tidur telanjang bareng..” “Kamu mau aja..?” “Ih, enggak! Kalau cuma disuruh ngemut burungnya saja sih nggak pa-pa. Mau sampai selesai juga boleh. Tapi yang lain Ningsih nggak mau..!” Aku tertawa, “Lha apa nggak belepotan..?” “Ah, enggak. Yang penting Ningsih juga puas tapi tetep perawan.” Aku semakin terbahak, “Kalau kamu juga puas, terus kenapa diputus..?” “Abis lama-lama Ningsih kesel! Ningsih kalau diajak macem-macem mau, tapi dia diajak kawin malah main mata sama cewek lain! Untung Ningsih cuma kasih emut aja, jadi sampai sekarang Ningsih masih perawan.” “Main emut terus gitu apa kamu nggak pengin nyoba yang beneran..?” godaku. Wajah Ningsih kembali memerah, “Eh.. katanya sakit ya Ndoro..? Terus bisa hamil..?” Kini Ningsih berlutut mengangkangi tubuhku sambil menggosokkan minyak ke perutku. Saat gadis itu sedikit membungkuk, dari balik dasternya yang longgar tampak belahan buah dadanya yang montok alami tanpa penopang apapun. Sambil tanganku mengelus-elus kedua paha Ningsih yang terkangkang, aku menggoda, “Kalau sama Ndoro, Ningsih ngasih yang beneran atau cuma diemut..?” Pipi Ningsih kini merah padam, “Mmm.. memangnya Ndoro mau sama Ningsih? Ningsih kan cuma pembantu? Cuma pelayan?” “Nah ini namanya juga melayani. Iya nggak?” Ningsih hanya tersenyum malu. “Aaah! Itu kan cuma jabatan. Yang penting kan orangnya..!” “Ehm.., kalau hamil gimana..?” “Jangan takut Nduk, kalau cuma sekali nggak bakalan hamil. Nanti Ndoro yang tanggung jawab..” Meskipun sedikit ragu dan malu, Ningsih menuruti dan menanggalkan dasternya. Sambil meletakkan pantatnya di atas pahaku, gadis itu dengan tersipu menyilangkan tangannya untuk menutupi kemontokan kedua payudaranya. Untuk beberapa saat aku memuaskan mata memandangi tubuh montok yang nyaris telanjang, sementara Ningsih dengan jengah membuang wajah. Dengan tidak sabaran kutarik pinggang Ningsih yang meliuk mulus agar ia berbaring di sisiku. Seumur hidup mungkin baru sekali ini Ningsih merasakan berbaring di atas kasur seempuk ini. Langsung saja kusergap gadis itu, kuciumi bibirnya yang tersenyum malu, pipinya yang lesung pipit, menggerayangi sekujur tubuhnya dan meremas-remas kedua payudaranya yang kenyal menggiurkan. Puting susunya yang kemerahan terasa keras mengacung. Kedua payudara gadis itu tidak terlalu besar, namun montok pas segenggaman tangan. Dan kedua bukit itu berdiri tegak menantang, tidak menggantung. Gadis desa ini memang sedang ranum-ranumnya, siap untuk dipetik dan dinikmati. “Mmmhh.. Oh! Ahh! Oh.. Ndoroo.. eh.. mm.. burungnya.. mau Ningsih emut dulu nggak..?” tanya gadis itu diantara nafasnya yang terengah-engah. “Lepas dulu celana dalam kamu Nduk, baru kamu boleh emut.” Tersipu Ningsih bangkit, lalu memelorotkan celana dalamnya hingga kini gadis itu telanjang bulat. Perlahan Ningsih berlutut di sisiku, meraih kejantananku dan mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Sambil menyibakkan rambutnya, gadis itu sedikit terbelalak melihat besarnya kejantananku. Mungkin ia membayangkan bagaimana benda berotot sebesar itu dapat masuk di tubuhnya. Aku segera merasakan sensasi yang luar biasa ketika Ningsih mulai mengulum kejantananku, memainkan lidahnya dan menghisap dengan mulut mungilnya sampai pipinya kempot’. Gadis ini ternyata pintar membuat kejantananku cepat gagah. “Ehm.. srrp.. mm.. crup! Ahmm.. mm.. mmh..! Nggolo ndoro..! Hangang keyas-keyasjangan keras-keras..! Srrp..!” Gadis itu tergeliat dan memprotes ketika aku meraih payudaranya yang montok dan meremasinya. Namun aku tak perduli, bahkan tangan kananku kini mengelus belahan pantat Ningsih yang bulat penuh, terus turun sampai ke bibir kemaluannya yang masih jarang-jarang rambutnya. Maklum, masih perawan. Gadis itu tergelinjang tanpa berani bersuara ketika jemariku menyibakkan bibir kemaluannya dan menelusup dalam kemaluannya yang masih perawan. Merasa kejantananku sudah cukup gagah, kusuruh Ningsih mengambil pisau cukur di atas meja, lalu kembali ke atas ranjang. Tersipu-sipu gadis perawan itu mengambil bantal berusaha untuk menutupi ketelanjangannya. Malu-malu gadis itu menuruti perintah majikannya berbaring telentang menekuk lutut dan merenggangkan pahanya, mempertontonkan rambut kemaluannya yang hanya sedikit. Tanpa menggunakan foam, langsung kucukur habis rambut di selangkangan gadis itu, membuat Ningsih tergelinjang karena perih tanpa berani menolak. Kini bibir kemaluan Ningsih mulus kemerah-merahan seperti kemaluan seorang gadis yang belum cukup umur, namun dengan payudara yang kencang. Dengan sigap aku menindih tubuh montok menggiurkan yang telanjang bulat tanpa sehelai benang pun itu. Tersipu-sipu Ningsih membuang wajah dan menutupi payudaranya dengan telapak tangan. Namun segera kutarik kedua tangan Ningsih ke atas kepalanya, lalu menyibakkan paha gadis itu yang sudah mengangkang. Pasrah Ningsih memejamkan mata menantikan saatnya mempersembahkan keperawanannya. Gadis itu menahan nafas dan menggigit bibir saat jemariku mempermainkan bibir kemaluannya yang basah terangsang. Perlahan kedua paha mulus Ningsih terkangkang semakin lebar. Aku menyapukan ujung kejantananku pada bibir kemaluan gadis itu, membuat nafasnya semakin memburu. Perlahan tapi pasti, kejantananku menerobos masuk ke dalam kehangatan tubuh perawan Ningsih. Ketika selaput dara gadis manis itu sedikit menghalangi, dengan perkasa kudorong terus, sampai ujung kejantananku menyodok dasar liang kemaluan Ningsih. Ternyata kemaluan gadis ini kecil dan sangat dangkal. Kejantananku hanya dapat masuk seluruhnya dalam kehangatan keperawanannya bila didorong cukup kuat sampai menekan dasar kemaluannya. Itu pun segera terdesak keluar lagi. Ningsih terpekik sambil tergeliat merasakan pedih menyengat di selangkangannya saat kurenggutkan keperawanan yang selama ini telah dijaganya baik-baik. Tapi gadis itu hanya berani meremas-remas bantal di kepalanya sambil menggigit bibir menahan sakit. Air mata gadis itu tak terasa menitik dari sudut mata, mengaburkan pandangannya. Ningsih merintih kesakitan ketika aku mulai bergerak menikmati kehangatan kemaluannya yang serasa megap-megap’ dijejali benda sebesar itu. Namun rasa sakit dan pedih di selangkangannya perlahan tertutup oleh sensasi geli-geli nikmat yang luar biasa. Tiap kali kejantananku menekan dasar kemaluannya, gadis itu tergelinjang oleh ngilu bercampur nikmat yang belum pernah dirasakannya. Kejantananku bagai diremas-remas dalam liang kemaluan Ningsih yang begitu peret’ dan legit. Dengan perkasa kudorong kejantananku sampai masuk seluruhnya dalam selangkangan gadis itu, membuat Ningsih tergelinjang-gelinjang sambil merintih nikmat tiap kali dasar kemaluannya disodok. “Ahh.. Ndoro..! Aa.. ah..! Aaa.. ahk..! Oooh..! Ndoroo.. Ningsih pengen.. pih.. pipiis..! Aaa.. aahh..!” Sensasi nikmat luar biasa membuat Ningsih dengan cepat terorgasme. “Tahan Nduk! Kamu nggak boleh pipis dulu..! Tunggu Ndoro pipisin kamu, baru kamu boleh pipis..!” Dengan patuh Ningsih mengencangkan otot selangkangannya sekuat tenaga berusaha menahan pipis, kepalanya menggeleng-geleng dengan mata terpejam, membuat rambutnya berantakan, namun beberapa saat kemudian.. “Nggak tahan Ndoroo..! Ngh..! Ngh..! Nggh! Aaaii.. iik..! Aaa.. aahk..!” Tanpa dapat ditahan-tahan, Ningsih tergelinjang-gelinjang di bawah tindihanku sambil memekik dengan nafas tersengal-sengal. Payudaranya yang bulat dan kenyal berguncang menekan dadaku saat gadis itu memeluk erat tubuh majikannya, dan kemaluannya yang begitu rapat bergerak mencucup-cucup. Berpura-pura marah, aku menghentikan genjotannya dan menarik kejantananku keluar dari tubuh Ningsih. “Dibilang jangan pipis dulu kok bandel..! Awas kalau berani pipis lagi..!” Tampak kejantananku bersimbah cairan bening bercampur kemerahan, tanda gadis itu betul-betul masih perawan. Gadis itu mengira majikannya sudah selesai, memejamkan mata sambil tersenyum puas dan mengatur nafasnya yang senen-kamis’. Di pangkal paha gadis itu tampak juga darah perawan menitik dari bibir kemaluannya yang perlahan menutup. Aku menarik pinggang Ningsih ke atas, lalu mendorong sebuah bantal empuk ke bawah pantat Ningsih, membuat tubuh telanjang gadis itu agak melengkung karena pantatnya diganjal bantal. Tanpa basa-basi kembali kutindih tubuh montok Ningsih, dan kembali kutancapkan kejantananku dalam liang kemaluan gadis itu. Dengan posisi pantat terganjal, klentit Ningsih yang peka menjadi sedikit mendongak. Sehingga ketika aku kembali melanjutkan tusukanku, gadis itu tergelinjang dan terpekik merasakan sensasi yang bahkan lebih nikmat lagi dari yang barusan. “Mau terus apa brenti, Nduk..?” godaku. “Aii.. iih..! He.. eh..! Terus Ndoroo..! Enak..! Enak..! Aahh.. Aii.. iik..!” Tubuh Ningsih yang montok menggiurkan tergelinjang-gelinjang dengan nikmat dengan nafas tersengal-sengal diantara pekikan-pekikan manjanya. “Ooo.. ohh..! Ndoroo.., Ningsih pengen pipis.. lagii.. iih..!” “Yang ini ditahan dulu..! Tahan Nduk..!” “Aa.. aak..! Ampuu.. unnhh..! Ningsih nggak kuat.. Ndoroo..!” Seiring pekikan manjanya, tubuh gadis itu tergeliat-geliat di atas ranjang empuk. Pekikan manja Ningsih semakin keras setiap kali tubuh telanjangnya tergerinjal saat kusodok dasar liang kegadisannya, membuat kedua pahanya tersentak mengangkang semakin lebar, semakin mempermudah aku menikmati tubuh perawannya. Dengan gemas sekuat tenaga kuremas-remas kedua payudara Ningsih hingga tampak berbekas kemerah-merahan. Begitu kuatnya remasanku hingga cairan putih susu menitik keluar dari putingnya yang kecoklatan. “Ahhk..! Aaa.. aah! Aduu.. uhh! Sakit Ndoroo..! Ningsih mau pipiiss..!” Dengan maksud menggoda gadis itu, aku menghentikan sodokannya dan mencabut kejantanannya justru disaat Ningsih mulai orgasme. “Mau pipis Nduk..?” tanyaku pura-pura kesal. “Oohh.. Ndoroo.. terusin dong..! Cuma dikit, nggak pa-pa kok..!” rengek gadis itu manja. “Kamu itu nggak boleh pipis sebelum Ndoro pipisin kamu, tahu..?” aku terus berpura-pura marah. Tampak bibir kemaluan Ningsih yang gundul kini kemerah-merahan dan bergerak berdenyut. “Enggak! Enggak kok! Ningsih enggak berani Ndoro..!” Ningsih memeluk dan berusaha menarik tubuhku agar kembali menindih tubuhnya. Rasanya sebentarlagi gadis itu mau pipis untuk ketiga kalinya. “Kalau sampai pipis lagi, Ndoro bakal marah, lho Nduk..?” kuremas kedua buah dada montok Ningsih. “Engh.. Enggak. Nggak berani.” Wajah gadis itu berkerut menahan pipis. “Awas kalau berani..!” kukeraskan cengkeraman tangannya hingga payudara gadis itu seperti balon melotot dan cairan putih susu kembali menetes dari putingnya. “Ahk! Aah..! Nggak berani, Ndoro..!” Ningsih menggigit bibir menahan sakitnya remasan-remasanku yang bukannya dilepas malah semakin kuat dan cepat. Namun gadis itu segera merasakan ganjarannya saat kejantananku kembali menghajar kemaluannya. Tak ayal lagi, Ningsih kembali tergiur tanpa ampun begitu dasar liang kemaluannya ditekan kuat. “Ngh..! Ngh..! Ngghh..! Ahk.. Aaa.. aahh..! Ndoroo.. ampuu.. uun..!” Tubuh montok gadis itu tergerinjal seiring pekikan manjanya. Begitu cepatnya Ningsih mencapai puncak membuat aku semakin gemas menggeluti tubuh perawannya. Tanpa ampun kucengkeram kedua bukit montok yang berdiri menantang di hadapanku dan meremasinya dengan kuat, meninggalkan bekas kemerahan di kulit payudara Ningsih. Sementara genjotan demi genjotan kejantananku menyodok kemaluan gadis itu yang hangat mencucup-cucup menggiurkan, bagai memohon semburan puncak. Gadis itu sendiri sudah tak tahu lagi mana atas mana bawah, kenikmatan luar biasa tidak henti-hentinya memancar dari selangkangannya. Rasanya seperti ingin pipis tapi nikmat luar biasa membuat Ningsih tidak sadar memekik-mekik manja. Kedua pahanya yang sehari-hari biasanya disilangkan rapat-rapat, kini terkangkang lebar, sementara liang kemaluannya tanpa dapat ditahan-tahan berdenyut mencucup kejantananku yang begitu perkasa menggagahinya. Sekujur tubuh gadis itu basah bersimbah keringat. “Hih! Rasain! Dibilang jangan pipis! Mau ngelawan ya..!” Gemas kucengkeram kedua buah dada Ningsih erat-erat sambil menghentakkan kejantananku sejauh mungkin dalam kemaluan dangkal gadis itu. Ningsih tergelinjang-gelinjang tidak berdaya tiap kali dasar kemaluannya disodok. Pantat gadis itu yang terganjal bantal empuk berulangkali tersentak naik menahan nikmat. “Oooh.. Ndoroo..! Ahk..! Ampun..! Ampun Ndoroo..! Sudah..! Ampuu.. unn..!” Ningsih merintih memohon ampun tidak sanggup lagi merasakan kegiuran yang tidak kunjung reda. Begitu lama majikannya menggagahinya, seolah tidak akan pernah selesai. Tidak terasa air matanya kembali berlinang membasahi pipinya. Kedua tangan gadis itu menggapai-gapai tanpa daya, paha mulusnya tersentak terkangkang tiap kali kemaluannya dijejali kejantananku, nafasnya tersengal dan terputus-putus. Bagian dalam tubuhnya terasa ngilu disodok tanpa henti. Putus asa Ningsih merengek memohon ampun, majikannya bagai tak kenal lelah terus menggagahi kegadisannya. Bagi gadis itu seperti bertahun-tahun ia telah melayani majikannya dengan pasrah. Menyadari kini Ningsih sedang terorgasme berkepanjangan, aku tarik paha Ningsih ke atas hingga menyentuh payudaranya dan merapatkannya. Akibatnya kemaluan gadis itu menjadi semakin sempit menjepit kejantananku yang terus menghentak keluar masuk. Ningsih berusaha kembali mengangkang, namun dengan perkasa semakin kurapatkan kedua paha mulusnya. Mata Ningsih yang bulat terbeliak dan berputar-putar, sedangkan bibirnya merah merekah membentuk huruf O’ tanpa ada suara yang keluar. Sensasi antara pedih dan nikmat yang luar biasa di selangkangannya kini semakin menjadi-jadi. Aku semakin bersemangat menggenjotkan kejantananku dalam hangatnya cengkeraman pangkal paha Ningsih, membuat gadis itu terpekik-pekik nikmat dengan tubuh terdorong menyentak ke atas tiap kali kemaluannya disodok keras. “Hih! Rasain! Rasain! Nih! Nih! Nihh..!” aku semakin geram merasakan kemaluan Ningsih yang begitu sempit dan dangkal seperti mencucup-cucup kejantananku. “Ahh..! Ampuu..uun.. ampun.. Ndoro! Aduh.. sakiit.. ampuu.. un..!” Begitu merasakan kenikmatan mulai memuncak, dengan gemas kuremas kedua payudara Ningsih yang kemerah-merahan berkilat bersimbah keringat dan cairan putih dari putingnya, menumpukan seluruh berat tubuhku pada tubuh gadis itu dengan kedua paha gadis itu terjepit di antara tubuh kami, membuat tubuh Ningsih melesak dalam empuknya ranjang. Pekikan tertahan gadis itu, gelinjangan tubuhnya yang padat telanjang dan peret’-nya kemaluannya yang masih perawan membuatku semakin hebat menggeluti gadis itu. “Aduh! Aduu.. uuhh.. sakit Ndoro! Aaah.. aamm.. aammpuun.. ampuu.. uun Ndoro.. Ningsih.. pipii.. iis! Aaamm.. puun..!” Dan akhirnya kuhujamkan kejantananku sedalam-dalamnya memenuhi kemaluan Ningsih, membuat tubuh telanjang gadis itu terlonjak dalam tindihanku, namun tertahan oleh cengkeraman tanganku pada kedua buah dada Ningsih yang halus mulus. Tanpa dapat kutahan, kusemburkan sperma dalam cucupan kemaluan Ningsih yang hangat menggiurkan sambil dengan sekuat tenaga meremas-remas kedua buah dada gadis itu, membuat Ningsih tergerinjal antara sakit dan nikmat. “Ahk! Auh..! Aaa.. aauuhh! Oh.. ampuu..uun Ndoro! Terus Ndoro..! Ampuun! Amm.. mmh..!Aaa.. aakh..!” Dengan puas aku menjatuhkan tubuh di sisi tubuh Ningsih yang sintal, membuat gadis itu turut terguling ke samping, namun kemudian gadis itu memeluk tubuhku. Sambil terisak-isak bahagia, Ningsih memeluk tubuhku dan mengelus-elus punggungku. Sambil mengatur nafas, aku berpikir untuk menaikkan gaji Ningsih beberapa kali lipat, agar gadis itu betah bekerja di sini, dan dapat melayaniku setiap saat. Dengan tubuh yang masih gemetar dan lemas, Ningsih perlahan turun dari ranjang dan mulai melompat-lompat di samping ranjang. Keheranan aku bertanya, “Ngapain kamu, Nduk..?” “Katanya.. biar nggak hamil harus lompat.. lompat, Ndoro..” jawab gadis itu polos. Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya, melihat cairan kental meleleh dari pangkal paha gadis itu yang mulus tanpa sehelai rambut pun. TAMAT cerita dewasa cerita panas 17 tahun setengah baya julia perez telanjang gambar bugil
7W8ILd. ie5828pt9t.pages.dev/75ie5828pt9t.pages.dev/17ie5828pt9t.pages.dev/395ie5828pt9t.pages.dev/21ie5828pt9t.pages.dev/943ie5828pt9t.pages.dev/240ie5828pt9t.pages.dev/971ie5828pt9t.pages.dev/865ie5828pt9t.pages.dev/760ie5828pt9t.pages.dev/877ie5828pt9t.pages.dev/207ie5828pt9t.pages.dev/795ie5828pt9t.pages.dev/600ie5828pt9t.pages.dev/111ie5828pt9t.pages.dev/549
cerita mesum wanita setengah baya